DENPASAR, BALIPOST.com – Proyek PLN transmisi 500KV atau yang dikenal dengan sebutan Jabali Crossing mendapatkan penolakan dari PHDI dan Kadin Bali. Penolakan ini membuat PLN bertanya-tanya.
“Saya juga orang Bali. Saya sebagai anak ingin tanya alasannya kenapa tidak boleh? Saya ingin mendapatkan masukan, ingin mendapatkan penjelasan, kalau tidak boleh, lalu yang boleh seperti apa? Aturan itu kami dapatkan dan kami comply. Kami hormati kearifan-kearifan yang ada di Bali,” papar kata I Nyoman Suwarjoni Astawa, General Manager PLN Distribusi Bali, Selasa (23/1).
Ia mengatakan PLN mempunyai tugas untuk menjaga pasokan listrik Bali. Ia tidak ingin kejadian 2014-2015 terulang kembali. Ketika itu terjadi pemadaman bergilir di Bali.
Diakuinya, Bali saat ini memang surplus pasokan listrik hingga 50 persen. Namun dengan melihat pertumbuhan konsumsi listrik di Bali yang 8,52 persen per tahun, diprediksikan Bali akan terancam defisit listrik pada 2020.
Kalaupun proyeksi pertumbuhan konsumsi listrik diturunkan menjadi 5 persen, beban puncak Bali tahun 2020 akan mencapai 1.260 MW. Beban puncak ini sama dengan kapasitas pasokan listrik Bali saat ini yaitu 1.280 MW. “Kalau satu pembangkit saja pemeliharaan, kita akan mengalami pemadaman,” tandasnya.
Ia kembali memaparkan jika alasan PLN membangun Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) ini selain cost effective juga lebih aman dari risiko-risiko kerusakan. Dibandingkan membangun di bawah laut, risiko kabel putus tinggi karena arus Selat Bali kuat. Biayanya pun lebih mahal.
Sebelum memutuskan proyek dengan 514 tower dari Jawa ke Bali ini, PLN telah melakukan kajian-kajian. Sehingga proyek Jabali Crossing ini merupakan yang paling memungkinkan untuk dilakukan demi menjaga keandalan listrik Bali hingga tahun 2026. Pihaknya mengaku telah bertemu dengan PHDI untuk mendengar pendapat. Ke depan pihaknya juga akan kembali melakukan pertemuan-pertemuan untuk menerima masukan-masukan. PLN pun terbuka terhadap masukan. (Citta Maya/balipost)