Turah Mayun dan Turah Inti. (BP/Asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Anak Agung Ngurah Mayun Wiraningrat atau Turah Mayun dan Inti, angkat bicara soal penutupan Kantor Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Bali di Jalan Badak Agung Denpasar, Senin (21/8). Dalam pernyataannya, Inti dan Anak Agung Ngurah Mayun tidak membantah melakukan penutupan Kantor LABHI Bali.

Namun demikian, mereka mengaku punya alasan. “Tidak ada preman-premanan di sini. Yang nutup itu adalah pegawai saya. Dan yang ditutup itu di atas tanah orangtua saya, pakai triplek yang saya beli dan bambu juga yang saya punya. Di mana salah saya?” kata Turah Mayun.

Lanjut dia, diakui ada perjanjian antara orangtuanya, bahkan Ngurah Mayun ikut tandatangan terkait perjanjian pengurusan pemecahan sertifikat hak milik laba Pura Merajan Satriya. “Yang bersangkutan (Made Ariel Suardana) mengaku bisa memecah sertifikat. Sehingga sepakat buat perjanjian, termasuk memberikan jasa sebidang tanah sesuai perjanjian,” sambung Inti.

Baca juga:  Anggota KONI, IBCA Siapkan Kejuaraan di Bandung dan Bali

Soal membangun gedung LABHI Bali, oleh Inti diakui atas seizin pihak Turah Mayun. “Tujuannya jika dia ngantor di sini (Badak Agung), lebih gampang koordinasi. Namun setelah bangunan selesai, sama sekali tidak ada pekerjaaan yang diselesaikan. Kita minta penjelasan beberapa kali, jawabannya tunggu sebentar, masih sibuk dan lain-lain,” sambung Inti.

Sehingga, lanjut dia, dilakukan penutupan, dan itu sebagai shock terapi, agar pekerjaan dilakukan. Masih dalam klarifikasinya, Inti menjelaskan Ariel Suardana belum megerjakan apa yang sesuai perjanjian. “Jikalau ada pekerjaan yang sudah dilakukan tunjukan ke saya. Satu lembar bukti saja tunjukkan ke saya, maka akan dipenuhi perjanjian itu. Ini kerja saja tidak, apa yang mesti saya selesaikan,” ucap Inti.

Baca juga:  Serikat Pekerja Mandiri Hotel di Seminyak Sampaikan Aspirasi ke Dewan

Ariel Suardana yang dikonfirmasi atas klarifikasi Inti dan Turah Mayun, membantah pihaknya tidak bekerja. Setidaknya ada beberapa hal yang dia sampaikan, terkait pekerjaan yang sudah dilakukan.

Suardana mengaku sudah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Denpasar, sebagaimana tertuang dalam Penetapan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 44/Pdt.P/2022/PN.Dps. Juga mengajukan permohonan pemecahan sertifikat hak milik atas tanah-tanah Laba Pura Merajan Satria sehingga diperoleh Salinan Akta Kuasa Nomor 19 Tertanggal 9 Juli 2012 yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT Kabupaten Tabanan atas nama Nyoman Indrawati, SH., MKN.

“Saya membantah apa yang dilakukan Inti dan Mayun. Saya sudah mengajukan penetapan ke PN Denpasar. Memang penetepan ini mengandung unsur sengketa, sehingga harus diajukan gugatan. Lalu kita sudah mengurus dan melakukan investigasi atas permohona pemecahan-pemecahan sertifikat hak milik laba Pura Merajan Satria. Dari investigasi yang dilakukan, terdapat salinan akta kuasa. Di sana didapat bahwa tidak hanya Cokorda Samirana yang punya sendirian, namun ba yak orang. Cok Samirana menyuruh saya membuat surat perdamaian dengan semeton Puri Satria. Dari proses itu kami melakukan pertemuan dengan semeton Puri Satria yang lainya. Dan dari apa yang saya kerjakan itu butuh biaya dan saya biayai semunya,” tegasnya.

Baca juga:  Pasien COVID-19 Akhiri Hidup di Ruang Isolasi RS

Soal pemecahan sertifikat, setelah Cok Samirana meninggal, Mayun tidak mau melanjutan perdamaian itu. “Saat saya tanya data tanah yang dijual, mana SHM nya, malah Inti nagih SPJ odalan pura merajan, yang itu sebenarnya tidak relevan dengan urusan ini,” katanya. (Miasa/Balipost)

BAGIKAN