Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.

Fenomena pendidikan sekarang sepertinya cenderung semakin liberal. Fleksibilitas belajar yang memberikan kebebasan individu untuk belajar berdampak terhadap adanya perubahan pola bersikap anak didik kepada guru. Peserta didik masa kini tampak bersikap lebih berani, tidak suka diatur-atur, dilarang-larang, dan juga tidak takut-takut (baca: bebas) untuk bertindak semaunya bahkan kasar kepada guru.

Anak didik tampak kehilangan respek bahkan tak segan menyakiti guru yang mendidiknya, padahal guru telah mengabdikan dirinya hampir setengah hidupnya di lembaga pendidikan untuk membantu mencerdaskan mereka. Berbanding terbalik dengan di masa-masa tahun 1970an, sosok guru adalah figur yang sangat dihormati dan untuk memandang wajah guru saja, siswa sering tidak berani dan ketika dikasitahu atau dinasehati, para peserta didik pasti akan sangat menurut.

Apa yang terjadi baru-baru ini sungguh sangat teramat memprihatinkan, seorang guru yang menasehati anak didik untuk tidak merokok di sekolah berbuah petaka. Maksud hati mengajari anak untuk menghindari tindakan yang tidak baik, melanggar aturan, dan tidak sehat adalah sesungguhnya sebuah tindakan yang benar yang telah dilakukan oleh guru. Namun, naas sekali nasib guru ini, rupanya anak yang dinasehati tersebut tidak terima dan mengadu kepada orangtua yang berbuntut pada penganiayaan.

Baca juga:  Pembelajaran Minim Disrupsi

Orangtua (bapak si anak didik) serta merta bertindak biadab kepada sang guru dengan mengetapel matanya hingga guru tersebut harus kehilangan bola matanya (alias buta). Teramat malang nasib seorang guru. Dimana hatimu orangtua (baca: Bapak)? Sungguh tega berbuat keji hanya gegara hal kecil menasehati anakmu? Di mananya salah tindakan guru tersebut?

Betapa tidak berperikemanusiaannya orangtua seperti ini yang tidak mampu menghargai usaha baik guru. Sikap baik untuk menjadikan anak yang baik tidak diterima, ini sebuah ketololan. Bukannya mendapatkan respek dan terimakasih atas usaha bapak guru, tetapi perlakuan keji yang mengorbankan kesehatan yang harus diterima oleh guru. Seumur hidupnya guru ini akan cacat penglihatan dan mengalami kendala dalam melaksanakan pembelajaran.

Ada dua hal penting yang perlu diketahui oleh para orangtua terkait tugas guru. Pertama, tugas guru adalah mengajar yaitu memberikan pengetahuan kepada para peserta didik. Dalam tugas ini guru membantu anak ibu-bapak untuk mengembangkan intelektualitas dan keterampilan agar memiliki kecakapan hidup kelak (life skill). Tugas kedua guru adalah mendidik mereka. Dalam tugas mendidik terkandung makna menjadikan peserta didik (anak ibu-bapak) menjadi anak yang baik dan berbudi pekerti, yang dalam bahasa sekarang pendidikan karakter.

Baca juga:  Potensi Pemanfaatan Obligasi Sosial

Berbicara karakter merupakan nilai esensial dalam kehidupan, karena karakter berhubungan dengan sikap dan perilaku seseorang yang menjadi fondasi hidup. Anak didik yang pintar secara intelektual tentu bagus, namun jauh lebih bagus bila mereka memiliki karakter, sebab anak yang berkarakterlah yang akan menjadikan dirinya menjadi orang sukses.

Kehilangan karakter ini berarti anak didik gagal dalam pendidikan, seperti disampaikan oleh Bapak Pendidik Indonesia Ki Hajar Dewantara bahwa tujuan pendidikan yang paling penting adalah untuk menjadikan anak berbudi pekerti.

Masalah guru yang menasehati anak didik untuk tidak merokok berkaitan dengan pendidikan karakter agar anak ibu-bapak tidak melanggar aturan, karena tidak ada sekolah yang mengijinkan anak didik merokok di sekolah. Di samping melanggar aturan, bagi anak-anak merokok itu tidak sehat. Mestinya tidak ada orangtua yang senang anaknya merokok dan tidak sehat, sehingga perbuatan guru menasehati sudahlah tepat.

Baca juga:  Membangun Bali Secara Holistik

Manakala aturan dilarang merokok di sekolah diberlakukan, mestinya hal ini tidak hanya berlaku bagi anak didik. Semua staf guru atau pendidik dan tenaga kependidikan (pegawai) wajib mengikuti aturan yang sama. Hal ini menjadi krusial karena guru dan pegawai adalah orang dewasa yang menjadi model perilaku yang memberi teladan di sekolah. Jadi, bila guru atau pegawai boleh merokok, maka anak didik menganggap mereka pun boleh. Nah, tampaknya ini yang bisa menjadi pemicu anak didik tidak terima dinasehati, karena mereka mencermati yang terjadi di sekitar. Dengan demikian, penegakan aturan hendaknya berlaku untuk semua, sehingga semua harus taat mengikutinya. Semoga tidak ada lagi guru yang teraniaya, karena semua orang sukses di dunia ada andil guru di dalamnya. Salam cinta pada semua guru.

 

Penulis, Guru Besar Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *