AMLAPURA, BALIPOST.com – Warga Desa Bugbug yang menamakan Gema Santhi kembali melakukan aksi untuk mendesak Pemkab Karangasem menutup sementara seluruh aktivitas pembangunan proyek Neano Hotel, yang dibangun di wilayah Bukit Gumang, Desa Bugbug, Karangasem di depan Kantor Bupati Karangasem pada Rabu (30/8). Sejatinya saat aksi, ada dua penjabat Pemkab Karangasem yang sudah ditugaskan menerima aspirasi warga.
Kendati telah ditunggu, tapi warga lebih memilih melakukan orasi di lapangan Tanah Aron. Rencana aksi unjuk rasa yang akan dilakukan oleh warga Bugbug (Gema Santhi) tersebut juga telah disikapi oleh Pemkab Karagasem.
Pada 28 Agustus 2023, Pemkab Karangsem telah menggelar rapat terkait hal ini. Dalam rapat tersebut Kepala Badan Kesbangpolinmas, I Wayan Sutapa dan Kasat Pol PP, I Ketut Artha Sedana ditugaskan menerima perwakilan Gema Santhi.
Dua penjabat di lingkungan Pemkab Karangasem tersebut ditugaskan mengingat Bupati Karangasem dan Ketua DPRD Karangasem pada tanggal yang sama dipanggil oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Mereka menghadiri pertemuan terkait upaya penguatan kepemimpinan dan pengkatan daya saing ekonomi daerah melalui economic breakthrough yang berwawasan kebangsaan, kerjsama antara Bank Indonesia Institute dengan BPSDM Kemendagri di Jakarta.
Namun saat aksi unjuk rasa di Lapangan Tanah Aron, masyarakat hanya melakukan orasi saja di lapangan tanpa ada rencana untuk bertemu dan berdialog menyampaikan aspirasi mereka ke Pemkab Karangasem. “Kami sejatinya sudah menunggu perwakilan dari masyarakat Gema Santhi. Namun sampai aksi unjuk rasa berlangsung selama hampir dua jam, tidak ada perwakilan warga pengunjuk rasa atau dari Tim 9 yang datang untuk berdialog dan menyampaikan aspirasi kepada kami,” ucap Kepala Badan Kesbangpolinmas, I Wayan Supata, Kamis (31/8).
Sutapa mengatakan, usai berorasi lanjut dia, massa aksi langsung membubarkan diri untuk pulang ke rumah mereka masing-masing. Akan tetapi, justru pergerakan massa menuju lokasi proyek hotel di Njung Awit, Bukit Gumang, Desa Bugbug. Dan pihaknya pun tidak mendapatkan informasi sebelumnya.
“Karena informasi yang diterima aparat dari Polres Karangasem terkait pergerakkan massa menuju ke lokasi proyek, pihaknya pun langsung bergerak menuju ke lokasi. Namun tiba di lokasi, pihaknya sudah menemukan sejumlah bangunan proyek hotel terbakar,” katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya bersama salah seorang anggota DPRD Karangasem I Nengah Suparta, Kapolres dan Dandim 1623 Karangasem serta masyarakat yang melakukan aksi, dilakukan dialog sekaligus berupaya menenangkan massa.
“Dari hasil dialog, disepakati untuk melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak yang berkepentingan pada tanggal 5 September 2023 mendatang dengan Pansus DPRD Karangasem terkait Njung Awit yang sudah terbentuk. Kami tidak henti-hentinya menghimbau masyarakat agar tetap tenang dan menjaga situasi tetap kondusif. Harapan kami pertemuan tersebut nantinya bisa mendapatkan kesepakatan yang baik,” harapnya.
Lebih lanjut diakuinya, berdasarkan aturan UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB (Pasal 9 ayat 1). Sehingga urai Sutapa, terkait perijinan berusaha yg telah ada yaitu NIB dan sertifikat standar utk PT Neano resort di Njung Awit Bugbug telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat (sesuai pasal 13 dan pasal 22 PP 5 th 2021), bukan kewenangan Pemda karena kewenangan pengeluaran ijin yaitu NIB dan sertifikat standar (pasal 13) utk kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah rendah khusus untuk PMA merupakan kewenangan pemerintah pusat (pasal 22).
Dan berdasarkan pasal tersebut maka kewenangan berdasarkan PP 5 Tahun 2021 untuk perijinan dimaksud merupakan kewenangan pemerintah pusat bukan kewenangan Pemda sehingga jika dikaitkan dengan UU 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan yaitu Pasal 17 ayat 1, pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang yaitu larangan melampaui wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang.
“Hal ini dijelaskan pada pasal 18 bahwa larangan dimaksud yaitu pejabat pemerintahan dilarang mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana jika Pemda diminta untuk melakukan tindakan mencabut ijin dan menyetop yang diluar kewenangannya, artinya tindakan Pemda sudah bertentangan dengan ketentuan pasal 17 UU 30 tahun 2014,” pungkas Sutapa. (Adv/Balipost)