NEGARA, BALIPOST.com – Desa Adat Pulukan di Kecamatan Pekutatan, Jembrana menggelar karya ngenteg linggih lan ngusaba desa, tawur walik sumpah lan padudusan agung menawa ratna di Pura Puseh. Rangkaian upacara yang digelar 30 tahun sekali ini berlangsung lebih dari sebulan, gotong royong melibatkan seluruh krama Desa Adat Pulukan yang terbagi tiga banjar adat ini. Karya Agung ini disepakati dilaksanakan setelah pembangunan Khayangan Tiga Pura Puseh selesai.
Bendesa Desa Adat Pulukan, Komang Budiasa mengatakan karya ini diawali dengan musyawarah berkoordinasi dengan para pemucuk dan krama adat dengan anggaran diperkirakan mencapai Rp1 miliar lebih. “Karya ngenteg linggih ini kami gelar setelah pembangunan Pura Puseh selesai. Dimana pembangunan fisik tanpa membebani krama,” terangnya.
Budiasa yang telah dipercaya menjabat bendesa dua periode ini mengatakan pembangunan fisik Pura Puseh dilakukan secara bertahap dengan bantuan dari Provinsi Bal, baik itu dana BKK dan Semesta Berencana. “Prajuru tidak pernah memungut sepeserpun dalam pembangunan hingga kini 100 persen sudah selesai,” terangnya.
Bendesa mengatakan Pura Puseh ini mulai dibangun tahun 1977 atau pasca gempa dahsyat 1976 di Bali. Dulunya lahan yang sekarang menjadi Pura Puseh ini merupakan Balai Banjar Dinas kemudian dipugar balai banjar pasca gempa. Kini di tahun 2023 setelah bangunan Pura Puseh sudah mengalami perbaikan, digelar ngenteg linggih. Disepakati dalam paruman krama untuk karya agung ini, masing-masing keluarga kecil (KK) dengan iuran Rp1 juta.
Dengan total krama saat ini mencapai 670 KK dan sejumlah bantuan diharapkan karya ngenteg linggih berlangsung lancar. “Pelaksanaan mulai paruman hingga puncak nanti, ngenteg linggih ring Pura Puseh dari Juli hingga awal September ini,” terangnya.
Desa Adat Pulukan terbagi menjadi tiga banjar adat yakni Banjar Adat Pangkung Medahan, Banjar Adat Baler Setra dan Banjar Adat Delod Setra. Dengan krama yang berasal dari berbagai wilayah di Bali, seperti dari Karangasem, Klungkung dan Tabanan. “Jadi tidak ada penduduk asli di Pulukan, hampir semuanya pendatang dan kami bersepakat menjaga adat dan budaya dalam desa adat. Menjaga budaya dan seni, utamanya seni budaya Bali yang adiluhung,” ujar Bendesa.
Meskipun dari beragam asal wilayah di Bali, Desa Adat Pulukan memiliki keistimewaan keramahtamahan krama adat. Adapun puncak karya akan dilaksanakan pada 6 September mendatang yang mempunyai makna dan tujuan mensucikan dan mensakralkan “niyasa” tempat memuja Sang Hyang widhi.
Baik itu menyucikan alam baik binatang, tumbuh-tumbuhan segala makhluk hidup yang ada dimuka bumi ini, sebagai salah satu bentuk pelestarian alam kita sebagai umat Hindu. Untuk mendukung karya tersebut selain uron-uron dari krama sekitar Rp670 juta, juga menerima bantuan hibah Pemerintah Provinsi sebesar Rp100 juta, Hibah dari Pemerintah Kabupaten Rp200 juta, Dana BKK Kabupaten Rp24 juta, Dana dari Desa Dinas sebesar Rp126 juta. (Surya Dharma/balipost)