I Wayan Sukarsa. (BP/Istimewa)

Oleh Ir. I Wayan Sukarsa, M.M.A.

Pertanian menjadi sektor strategis dan telah terbukti sebagai pilar penting ekonomi, sesungguhnya belum mencapai potensinya secara maksimal sebagai penyedia pangan (Aristyo dan Susandi 2018). Sebagai sektor penyedia komoditas pangan sangat rentan terhadap berbagai fenomena seperti perubahan iklim, berkurangnya lahan, kondisi fisik-kimia tanah dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM).

Kerentanan terhadap perubahan iklim berdampak terjadinya gagal panen, penggunaan bahan kimia berlebihan sebagai input, mengakibatkan berubahnya daya dukung dan komposisi alamiah tanah serta didukung perubahan pola pikir berdampak pada kurangnya minat generasi muda menekuni pertanian mengancam keberlanjutan serta menurunnya produktivitas tanaman pertanian.

Dewasa ini terjadi fenomena aging farmers yang mendorong terjadinya urbanisasi generasi muda secara pesat dari desa ke perkotaan sebagai dampak sistem perekonomian, tingkat pendidikan, informasi media kecenderungannya menyajikan berita kurang membanggakan pada sektor pertanian dan kemiskinan petani. Berbagai informasi dan berita tersebut memperkuat anggapan dan keyakinan bahwa bertani suatu profesi yang berat, penuh risiko, tidak memiliki kepastian dan tidak menjanjikan masa depan yang lebih baik.

Baca juga:  Wajah Baru Pantai Sanur

Informasi ini berkontribusi terjadinya perubahan sikap dan persepsi generasi muda terhadap sektor pertanian. Masalah ini patut menjadi perhatian semua pihak apabila tidak akan menimbulan keberlanjutan dan ketidakseimbangan antara produksi pertanian dengan permintaan seiring kemajuan ekonomi dan berkembangnya industri pengolahan makanan.

Dalam kondisi sektor pertanian yang terjadi saat ini dihadapkan kurangnya minat generasi muda menekuni sektor pertanian, penciptaan inovasi dan penggunaan teknologi menjadi strategi utama pengembangan dan keberlanjutan pertanian untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, aspek sosial, dan kelestarian lingkungan (Klerkx et al. 2009). Untuk memeningkatkan minat generasi muda menekuni sektor pertanian, industri 4.0 telah membawa perubahan pola pikir (mindset), arah kebijakan pembangunan pertanian, tidak lagi kegiatan bercocok tanam semata, tetapi merupakan sebuah sistem industri dari hulu hingga hilir, dengan teknik pertanian presisi. Teknik presisi pertanian mencakup pengembangan dan penggunaan metode, perangkat, teknologi pada setiap aspek pertanian melalui kegiatan dan penanganan yang tepat dan akurat (Wibowo 2019).

Baca juga:  PBSI Perlu Regenerasi Pebulu Tangkis

Akselerasi pengembangan pertanian presisi tidak dapat lepas dari pemanfaatan teknologi modern. Berbagai tantangan yang dihadapi antara lain prasarana penerapan teknologi tinggi masih terbatas, terbatasnya sumber daya petani dan golongan muda yang kurang tertarik masuk ke pertanian (Oberman et al. 2012). Pertanian presisi (precision agriculture) membutuhkan karakter sumber generasi milenial untuk mencipta, merekayasa, dan mengoperasikan sistem pertanian modern berbasis teknologi baru untuk mengaplikasikannya baik dalam pengelolaan lahan, pengelolaan tanaman, pengelolaan alat dan mesin pertanian, baik pada tahapan pra-panen maupun pascapanen, serta pengelolaan tenaga kerja.

Upaya untuk meningkatkan minat generasi muda di sektor pertanian perlu melakukan terobosan teknologi yang memudahkan pekerjaan, salah satunya melalui pertanian presisi (Faroque et al. 2013). Untuk mendukung penerapan pertanian presisi perlu dukungan berbagai kebijakan dari pemerintah untuk mendorong ide-ide kreatif dan inovatif bagi generasi muda, memberikan insentif bagi petani muda dan mempermudah akses modal. Dibidang pendidikan pemerintah perlu memberikan insentif atau memfasilitasi, khusus pada program studi yang berhubungan pertanian untuk merekonstruksi atau penyesuaian sistem pendidikan yang dominan teori ke praktek sehingga mahasiswa/siswa lebih memahami kondisi riil di lapangan dan menyiapkan sarana dan prasarana pertanian presisi secara massal sesuai kebutuhan dengan memperkuat kolaborasi Penta Helix antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, Perguruan tunggi, swasta, media dan petani secara berkelanjutan.

Baca juga:  NTP Naik, Sejahterakah Petani?

Penulis, Analis Kebijakan pada Bidang Riset, Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Badan Riset dan Inovasi Kabupaten Badung

BAGIKAN