Desa Adat Bebandem melestarikan tradisi Matigtig. (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Berbagai macam tradisi dimiliki masing-masing desa adat. Tradisi itupun berbeda dan tidak sama. Namun, hingga saat ini tradisi itu masih tetap dilestarikan oleh warganya. Seperti Desa Adat Bebandem, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Desa ini tetap melestarikan tradisi matigtig. Karena tradisi tersebut dipercaya dan diyakini mampu menetralisir berbagai macam penyakit yang menyerang warga setempat.

Bendesa Adat Bebandem, I Gede Warsa, mengatakan tradisi matigtig tersebut awalnya dilaksanakan jika beberapa warga yang ada di Desa Adat Bebandem terserang wabah penyakit seperti cacar, grubug dan lain sebagainya. Jika ada warga yang terserang wabah penyakit, maka Ida Batara Alit akan diturunkan untuk dilakukan upacara keagamaan.

Baca juga:  Wisata Alam Desa Adat Gunung Salak Kembali Menggeliat

Nah, saat Ida Batara diturunkan, maka akan dilaksanakan tradisi matigtig oleh warga Desa Adat Bebandem. “Tradisi matigtig ini merupakan serangkaian dari Usaba Desa yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali,” katanya belum lama ini.

Warsa mengatakan setelah selesai melaksanakan tradisi matigtig, warga Desa Adat Bebandem meyakini wabah yang menyerang Desa Adat Bebandem akan hilang. Seperti saat ini, cuaca tidak bersahabat, kadang hujan kadang, panas sehingga membuat banyak warga yang menjadi demam dan sakit. “Dengan melaksanakan tradisi matigtig tersebut warga kembali sehat seperti sebelumnya. Pada intinya tradisi ini dilaksanakan untuk memohon keselamatan dari berbagai macam penyakit sehingga warga Desa Adat Bebandem selalu dalam lindungan Tuhan,” kata Warsa.

Baca juga:  Aparat Mediasi Ulang Konflik Desa Adat Bugbug

Dia menjelaskan tradisi matigtig tersebut dilakukan para laki-laki yang berasal dari Desa Adat Bebandem. Senjata yang digunakan adalah papah don biu atau batang daun pisang. Setelah Ida Batara Alit sampai di perempatan Desa maka para laki-laki akan langsung saling tigtig atau pukul menggunakan batang daun pisang satu sama lain.

“Matigtig ini dilakukan secara spontan dan bebas memilih lawannya masing-masing untuk saling pukul. Selama prosesi matigtig berlangsung para kaum laki-laki baik terlihat sangat bahagia meski terkena pukulan batang daun pisang dengan keras. Dan usai tradisi metigtig, maka Ida Batara Alit langsung menuju Pura Bale Agung untuk dilaksanakan upacara selanjutnya,” jelasnya. (Eka Parananda/balipost)

Baca juga:  Rumah Warga Rusak Berat Tertimpa Pohon, Pemilik Alami Luka di Kepala dan Kaki
BAGIKAN