Suasana macet di Jalan Gatot Subroto, Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Masalah kemacetan bukanlah hal baru karena sudah mulai muncul bertahun-tahun lalu. Sudah banyak diskusi, seminar dan kajian teknis digelar untuk mencari solusi. Ironisnya hingga kini belum ada satupun solusi yang pasti. Pemerintah seakan-akan menyerah dan membiarkan saja kemacetan makin menjadi-jadi.

Ketua Bali Vila Association I Putu Gede Hendrawan, Minggu (17/9) mengatakan, setelah perjuangan panjang menghadapi pandemi Covid-19, keramaian di jalan raya merupakan hal yang ditunggu–tunggu. Kondisi saat ini pun patut disyukuri, hanya saja muncul permasalahan lain di tengah keramaian itu yaitu kemacetan di beberapa ruas jalan di Bali bertambah.

Permasalahan klise ini bahkan pembicaraan dan diskusi seputar kemacetan kerap menjadi topik bila ada pertemuan antarstakeholder. Namun, hingga saat ini belum ada solusi atau way out yang mampu memadamkannya. “Karena berbicara pariwisata berkualitas harus dari dua sisi, baik wisatawan maupun produknya,” ujarnya.

Baca juga:  Ini, Kenangan Pangdam Terkait Pertemuan IMF-WB

Berkualitas, tidak hanya ditunjukkan dengan akomodasi mewah tapi juga sarana publiknya juga berkualitas. Salah satu syarat pariwisata berkualitas adalah adanya kenyamanan baik di tempat tinggal maupun di fasilitas umum. “Kita saja bosan di sini harus melewati jalur–jalur macet sehingga kerap mencari jalan alternatif, apalagi mereka yang waktu berliburnya terbatas. Gara-gara kemacetan waktunya harus habis di jalan,” ujarnya.

Maka dari itu ia berharap ada terobosan–terobosan dan aksi nyata yang dilakukan oleh pemerintah, kabupaten, kota maupun pemerintah pusat.

Hendrawan mengatakan tidak seimbangnya jumlah kendaraan dengan infrastruktur jalan. Apalagi data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menunjukkan jumlah kendaraan melebihi dari jumlah penduduk. Tahun 2022, jumlah kendaraan di Bali 4.756.364, belum termasuk jenis kendaraan khusus/lainnya dan kendaraan yang tidak terpetakan.

Baca juga:  Seribuan Narapidana di Bali Dapat Remisi, Terbanyak Didapat Lapas Narkotika

Sementara panjang jalan di Bali baik yang berstatus jalan kabupaten/kota, provinsi dan jalan negara mengalami pengurangan sejak 2020. Panjang jalan 2020 yaitu 9.835,64 km, tahun 2021 menjadi 8.685,33 km dan tahun 2022 menjadi 8.695,70 km.

“Jumlah tersebut berarti rata-rata anggap saja 1 orang memiliki 2 kendaraan. Memang dilema, jjika pembatasan kendaraan dilakukan maka akan berpengaruh terhadap pendapatan pemerintah dari pajak kendaraan bermotor, namun jika tidak bisa dilakukan maka harus ada opsi lain seperti penambahan jalan raya,” tandasnya.

Meski demikian, penyebab kemacetan di setiap ruas jalan berbeda–beda. Selain penambahan jalan, diperlukan sentral parkir terutama di daerah pariwisata karena tidak semua tempat usaha baik toko, restoran memiliki tempat parkir yang cukup. Ditambah dengan upaya membudayakan masyarakat untuk parkir di sentral parkir, terutama turis. Saat ini pun Ubud sedang dilakukan uji coba upaya tersebut.

Baca juga:  Hadapi Pandemi COVID-19, WHO Minta Indonesia Umumkan Darurat Nasional

Pemerintah dan aparat pun harus tegas menindak pelanggaran. Hanya saja masyarakat lokal juga harus mendukung dan memaklumi upaya yang dilakukan.

“Jika hal ini terus terjadi di Bali, bagaimana kita mendapatkan citra pariwisata Bali nyaman dan aman, karena kita saja tidak nyaman di jalan raya menuju ke suatu tempat baik menggunakan travel maupun angkutan pribadi dan akhirnya bosan dan kejenuhan dari hal seperti ini,” ujarnya.

Dampak jangka panjangnya sangat mengkhawatirkan jika tidak ditangani segera. “Efek jangka panjangnya, berdampak pada pencitraan pariwisata Bali sedangkan pariwisata belum ada yang bisa menggantikan pariwisata sebagai tulang punggu pariwisata Bali,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN