Tangkapan layar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 yang digelar secara daring di Jakarta, Senin (18/9/2023). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara terakhir akan pensiun di 2058, atau dua tahun sebelum Indonesia ditargetkan mencapai emisi karbon nol.

“Setelah tahun 2030, PLTU batu bara tidak akan lagi dikembangkan, pembangkit tambahan setelah tahun 2030 akan berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). PLTU batu bara terakhir akan berakhir pada 2058,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 yang digelar secara daring di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (18/9).

Baca juga:  Sandiaga Sebut Yenny Wahid Masukkan 12 Nama di BPNK Indonesia Adil Makmur

Untuk memenuhi kebutuhan listrik yang diperkirakan akan mencapai 1.942 terawatt per hour (twh) pada 2060, Indonesia akan membangun pembangkit listrik yang bersumber dari EBT dengan kapasitas 700 gigawatt (gw).

Pada 2030, solar tv akan ditingkatkan secara besar-besaran, sumber energi panas bumi akan dimaksimalkan hingga 22 gw, dan pada 2039 nuklir akan dikomersialisasi sebagai sumber energi dengan kapasitas yang ditingkatkan hingga mencapai lebih dari 30 gw pada 2060.

“PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Pump Storage akan dikembangkan pada 2025, sedangkan sistem penyimpanan energi baterai akan dibangun secara besar-besaran pada 2034,” kata Arifin menambahkan.

Baca juga:  Warga Kembangkan Kampung Sayur

Pemerintah juga menyiapkan dana untuk mengurangi risiko tinggi pengembangan sumber listrik energi panas bumi di 20 wilayah kerja yang berpotensi menghasilkan 6.783 megawatt listrik.

Menurutnya, listrik dari sumber yang lebih ramah lingkungan akan memenuhi permintaan masyarakat dari program elektrifikasi pemerintah, seperti penggunaan kendaraan listrik dan kompor listrik yang dilengkapi dengan pembangunan stasiun pengisian daya.

Program-program itu diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada energi fosil yang tidak ramah lingkungan.

Baca juga:  Forbes Kembali Nobatkan BRI Sebagai Perusahaan Terbesar di Indonesia

Hanya saja, dalam melakukan transisi energi, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, antara lain terkait ketersediaan teknologi, praktik teknologi yang masih perlu terus diperbaiki, ketersediaan infrastruktur pendukung, serta pendanaan yang terbatas.

Indonesia bekerja sama dengan Just Energi Transition Partnership (JETP) untuk mengupayakan percepatan transisi energi yang berkeadilan, khususnya di sektor pembangkit listrik.

“Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan sehingga kami berharap dapat terus berkolaborasi dengan negara lain,” kata Arifin. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *