Made Agus Sugianto, SKM, M.Kes. (BP/Istimewa)

Oleh Made Agus Sugianto

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945 dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Terkait dengan hal tersebut, negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang.

Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam dan sumber pangan yang beragam, seharusnya Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara berdaulat dan mandiri. Kebijakan yang telah diambil pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan antara lain; melakukan pengelolaan cadangan pangan pemerintah, pengadaan penviapan pasokan pangan untuk stabilisasi pasokan dan harga, pengawasan mutu, gizi dan keamanan pangan, pelaksana kegiatan stabilisasi harga pangan dan pengentasan daerah rentan rawan pangan.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pada Pasal 1 ayat 4 menyatakan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Baca juga:  Kodim 1617/Jembrana Kawal Ketahanan Pangan

Ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan. Dari sisi “demand”, terjadi peningkatan permintaan pangan
(khususnya beras) baik dalam jumlah, mutu, keragaman maupun keamanan pangan akibat adanya pertambahan penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah lebih dari 270 juta jiwa (Sensus Penduduk 2020).

Selain itu, pemerintah juga harus memenuhi permintaan pangan bagi penduduk miskin sebesar 9,57% (BPS, 2022) dan adanya kasus stunting balita yang mencapai 21,6%. Dari sisi “supply”, tantangan yang dihadapi antara lain; a). konversi lahan pertanian masih tinggi, b). akses terhadap sumber pembiayaan, teknologi, informasi, dan pasar rendah, c). sebaran produksi pangan tidak merata, baik antar daerah maupun antarwaktu, d). dampak negatif perubahan iklim global.

Perubahan iklim berpengaruh terhadap ketahanan pangan karena menyebabkan terjadi pergeseran musim hujan atau kemarau yang sangat mempengaruhi pola dan waktu tanam tanaman pangan. Perubahan iklim ditandai dengan suhu yang semakin tinggi dan curah hujan yang semakin berkurang dan tidak menentu.

Baca juga:  Perlu Ditingkatkan, Realisasi Ketahanan Pangan Dukung Pemulihan Ekonomi

Lembaga penelitian padi di Philipina melaporkan bahwa peningkatan suhu 1 derajat Celcius dapat mengakibatkan terjadinya penurunan panen padi sebesar10%. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), perubahan iklim merupakan perubahan pola dan intensitas unsur-unsur iklim pada periode waktu (musim) tertentu dibandingkan dengan kondisi normal atau rata-ratanya historisnya (lebih dari 30 tahun).

Perubahan iklim dipicu oleh aktivitas manusia (antrophogenik) yang menghasilkan “emisi Gas Rumah Kaca”. Gas rumah kaca di atmosfir menghasilkan pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya El Nino. El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal yang mengakibatkan terjadinya penurunan curah hujan.

BMKG memprediksi El Nino mencapai puncaknya pada bulan Agustus hingga Oktober 2023 dengan intensitas lemah hingga kuat yang berpotensi mengakibatkan penurunan produksi pertanian. Penurunan produksi pertanian akan memicu kenaikan harga pangan yang selanjutnya berimbas pada penurunan daya beli pangan rumah tangga.

Baca juga:  “Kasepekang” , Sanksi Adat Tanpa Roh Kemanusiaan

Situasi ini akan meningkatkan jumlah daerah rawan pangan yang pada akhirnya akan menimbulkan terjadinya kasus kelaparan pangan ekstrem. Mengatasi masalah ini, diperlukan suatu kebijakan guna mndorong peningkatan produksi pangan, antara lain; a). Penyusunan perencanaan penyediaan pangan dengan memperhatikan: agroekosistem, kebutuhan pasar, serta pangan alternatlf subtitusl impor, b). Penguatan stok/cadangan pangan dan penguatan Bulog sebagai hub logistic pangan, c). Memperkuat kedaulatan dan kemandirian pangan, d). Melakukan penguatan stok/cadangan pangan, e). Promosi dan edukasi untuk percepatan diversifikasi konsumsi pangan berkualitas dan praktis f). Melakukan penguatan sistem logistik pangan serta promosl edukasi penurunan food loss and waste.

Kebijakan ini diharapkan dapat mewujudkan kedaulatan pangan melalui ketersediaan, keterjangkauan, konsumsi pangan dan gizi serta keamanan pangan baik pada tingkat nasional maupun daerah secara merata sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.

Penulis, Analis Kebijakan pada Bidang Ekonomi dan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung

BAGIKAN