MANGUPURA, BALIPOST.com – Kelompok nelayan di pesisir timur Pantai Kedonganan kesulitan melaut lantaran harus menunggu pasang surut air laut. Kondisi ini dikarenakan adanya pendangkalan kanal (alur sungai) yang mengakibatkan nelayan tidak leluasa melaut.
Wakil Ketua KUB Nelayan Segara Ayu, Ketut Adi Suila mengatakan, diperlukan adanya pendalaman alur kanal. Selama ini, para nelayan kesulitan melaut karena tidak bisa keluar masuk selama 24 jam, karena menunggu pasang surut air laut. “Dengan adanya kanal itu, tentunya akan ada aliran air yang dapat dipergunakan nelayan sebagai akses melaut,” ujar Adi Suila, Senin (2/10).
Nelayan mengusulkan kanal yang dibutuhkan memiliki kedalaman 1 meter dengan lebar 6 meter hingga 8 meter. Kanal ini nantinya difungsikan sebagai akses nelayan untuk bisa keluar masuk perahu ke Teluk Benoa. “Kanal itu berjarak sekitar 500-600 meter sebagai akses nelayan untuk bisa keluar masuk perahu nelayan ke Teluk Benoa. Sebab, perahu nelayan kami itu kecil ukurannya, jadi dengan kanal itu sudah bisa berpapasan 2 perahu,” jelasnya.
Selain itu, Adi Suila juga berharap dibuatkan jalan inspeksi untuk pengawasan mangrove yang dilakukan secara berkala. Terlebih, selama ini cukup sering adanya wahana watersport yang masuk ke alur mangrove, yang membuat deburan ombak menjadi besar.
“Berdasarkan kajiannya dulu, jalan inspeksi yang diharapkan sekitar 600 meter. Material jalan itu diharapkan cukup kuat dan mampu bertahan lama. Namun, itu bukan berupa beton, melainkan bahan alami yang non permanen,” ungkapnya.
Pria yang akrab dipanggil Ketut Mamor ini menceritakan bahwa keberadaan Kelompok Nelayan Segara Ayu telah ada sejak turun-temurun dan menjadi yang tertua di pesisir timur Pantai Kedonganan. Karena kendala administrasi saat itu, SK nelayan baru bisa terbit pada tahun 2011. Namun, balai nelayan yang dibangun sejak tahun 2004 dengan swadaya. “Semula jumlah anggota kelompok nelayan sebanyak 172 orang. Karena dampak pandemi Covid-19, saat ini banyak anggotanya yang bekerja sambilan di sektor lain,” katanya.
Kendati demikian, masih ada anggotanya yang menjadikan nelayan sebagai sumber penghasilan utama, sehingga ketika mereka tidak melaut, maka sama artinya tidak makan. “Kondisi hasil laut juga sudah mulai menurun, sehingga anggota kami ada yang bekerja sampingan untuk menambah penghasilan,” ucapnya.
Profesi nelayan, diakui Ketut Mamor, tidak dapat dilakukan seumur hidup. Karena itu, pihaknya berharap agar terdapat konsep yang dapat memberdayakan nelayan. Saat ini, pihaknya diberdayakan untuk kegiatan konservasi dan edukasi. “Hal itu sangat disyukuri, namun diharapkan ada bentuk program lain yang bisa menyokong kegiatan kami. Salah satunya adalah harapan untuk segera mendapatkan kerja sama kemitraan,” harapnya. (Parwata/balipost)