DENPASAR, BALIPOST.com – Pansus revisi Perda RTRWP Bali mulai bekerja dengan menggelar rapat internal di DPRD Bali, Senin (5/2). Selain menyusun jadwal dan menyepakati pengangkatan staf ahli, Pansus terlebih dulu akan mempelajari masing-masing pasal di Perda No.16 Tahun 2009 itu.
Termasuk melengkapi sejumlah regulasi pendukung, baik menyangkut peralihan kewenangan dari kabupaten/kota, provinsi dan pusat, regulasi tata ruang nasional, maupun pembangunan Bali yang dinamis. “Kita akan pelajari masing-masing pasal karena kita lihat banyak sekali pasal yang sangat susah sekali diterapkan. Sebagai contoh, Pemda sangat berat sekali untuk mengganti rugi ketika ada pelanggaran RTRW. Bagaimana cara kita nanti meregulasi,” ujar Ketua Pansus Revisi Perda RTRWP Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana.
Menyangkut dinamisnya pembangunan Bali, Kariyasa mencontohkan Rumah Sakit Sanglah yang kini terbilang sangat padat. Untuk parkir sulit, kemudian pasien harus dirawat di lorong-lorong rumah sakit karena tidak kebagian kamar.
Sementara untuk menambah kamar, ada kendala pada keterbatasan lahan. “Ada pemikiran, beberapa mesti dipelajari juga. Apakah nanti dibangun secara vertikal. Nanti kita atur di rumah sakit dan kantor pemerintah. Kalau selama ini kan yang kita tahu (tinggi bangunan) 15 meter atau setinggi pohon kelapa,” jelas politisi PDIP ini.
Menurut Kariyasa, nama rumah sakit ataupun kantor pemerintah yang bisa dibangun vertikal akan ditulis langsung di dalam perda. Dengan demikian, ketinggian bangunan tertentu hanya akan berlaku di sana dan tidak bisa diikuti oleh bangunan lain. Hal ini diklaim sebagai bentuk komitmen Pansus untuk tetap menjaga Bali yang terkenal karena adat istiadat dan budayanya.
“Regulasi ini biar tidak merusak Bali, tetapi tidak memberatkan investasi yang ada di Bali. Contoh lain, kita amankan daerah hulu, seperti daerah serapan, DAS, dan danau-danau. Termasuk juga nanti, karena Bali terkenal dengan subaknya, dimana kira-kira nanti sawah abadi,” paparnya.
Kariyasa menambahkan, beberapa rencana pembangunan dalam tata ruang juga akan diubah ataupun ditambah sesuai kebutuhan saat ini. Sebagai contoh, rencana jalan tol Sunset Road-Soka yang dibuat menyusur pinggir pantai. Lantaran di sepanjang pantai kini sudah banyak bangunan seperti vila, rencana itu menjadi tidak mungkin lagi untuk diwujudkan.
“Kita cari alternative apakah bisa melalui sungai, tapi harus diubah juga tata ruangnya sehingga biaya dan pembebasan lahannya lebih mudah. Kemudian yang tidak termuat dalam RTRW ini seperti Celukan Bawang yang mestinya itu kawasan industry. Tapi malah berkembang kawasan wisata dan rencananya membangun dermaga cruise,” terangnya.
Kariyasa mengaku akan menjaring masukan dari masyarakat utamanya pemerintah kabupaten/kota. Misalnya di Denpasar yang kini macet, pemerintah setempat bisa mengajukan rencana jalan tol kota untuk diakomodir dalam revisi Perda RTRWP.
Aspirasi itu bisa disampaikan secara lisan, tertulis, maupun lewat seminar yang nanti digelar oleh Pansus. “Dengan demikian, RTRW ini tidak seperti sebelumnya, keren aturannya tapi tidak bisa diterapkan sehingga menjadi polemik terus. Kita realistis saja, dan proses itu kan tentu dengan demokrasi yang baik,” tandasnya seraya meminta kabupaten/kota untuk tidak membahas rencana detail tata ruang sekarang, karena nanti harus menyesuaikan dengan RTRWP. (Rindra Devita/balipost)