Nyoman Sukamara. (BP/Istimewa)

Oleh Nyoman Sukamara

Presiden telah menetapkan kenaikan sebesar 8 persen gaji pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) mulai tahun 2024. Tentu ini menggembirakan ASN. Sebaliknya bisa jadi, ini berita buruk bagi yang bukan ASN, kerena biasanya kenaikan gaji ASN akan memicu kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok dan berujung menurunkan daya beli masyarakat.

Bila tidak ditangani secara bijak dan komprehensif dengan memerhatikan berbagai aspek, kondisi ini bak lingkaran setan, berkejaran antara kenaikan gaji, kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok dan penurunan daya  beli masyarakat. Sistem penggajian di birokrasi saat ini menimbulkan ketimpangan pendapatan antara pegawai lebih rendah dibandingkan pegawai lebih tinggi. Juga menimbulkan ketimpangan pendapatan antarpegawai ASN dari beragam tempat bekerja (instansi), antarpegawai  pemerintahan secara horizontal dan antarpegawai pemerintahan secara vertikal.

Perbedaan pendapatan akibat perbedaan tanggung jawab dan risiko pekerjaan sesungguhnya masuk akal. Tetapi ketimpangan pendapatan untuk tanggung jawab dan risiko pekerjaan yang setara serta adanya pendapatan terlalu kecil untuk kehidupan layak bagi sebagian ASN, menunjukkan sebuah sistem penggajian yang belum memenuhi rasa keadilan dan rasa kemanusiaan. Tidak kurang Menteri PAN-RB pada suatu kesempatan mengistilahkan ada tempat kerja penuh mata air, sebaliknya ada tempat kerja yang penuh air mata. Dan sudah bukan rahasia, gaji pegawai ASN umumnya jauh lebih kecil dibandingkan gaji pegawai kebanyakan BUMN dan swasta. Secara keseluruhan kondisi ini tidak memotivasi pegawai ASN untuk memberikan kemampuan dan kinerja terbaik dalam menjalankan tugas-fungsinya.

Baca juga:  Momentum Kebangkitan Disabilitas

Gaji/pendapatan kecil ini pula yang mengakibatkan sampai saat ini, ASN bukanlah pilihan pertama pencari kerja. Di beberapa kesempatan lalu, media memberitakan, karena alasan gaji dan penempatan, hampir 2.000 peserta mundur dari pendaftaran CASN (Kompas.com, 8 Agustus 2023), dan sebelumnya media masa memberitakan, gaji kecil juga yang menjadi alasan ratusan CASN mengundurkan diri (Kompas.com, 26 Mei 2020). Dengan sistem penggajian saat ini, birokrasi gagal mendapatkan dan membangun sumber daya manusia (SDM) unggul. Sementara di sisi lain Menteri PAN-RB, Bapak Abdullah Azwar Anas pada suatu kesempatan pernah mengungkapkan, bahwa pelayanan publik adalah hulu semua sektor (Kompas, 8 September 2023).

Sesungguhnya, gaji tidak saja balas atas kerja yang sudah dilakukan pegawai, tetapi sekaligus menjadi pengikat dan memberi fokus, serta motivasi kerja pegawai. Dengan gaji yang menjamin kesejahteraan, atau setidaknya menjamin kehidupan yang layak, pegawai ASN bisa fokus pada tugas-fungsinya untuk menghasilkan kinerja yang optimal, tanpa direpotkan memikirkan pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sekalipun sebagian besar kasus (besar) korupsi di birokrasi dilakukan oleh pegawai (pejabat) yang bergaji lebih dari cukup adalah bukti bahwa gaji besar belum tentu meniadakan korupsi, tetapi gaji yang layak/pantas tetap adalah salah satu cara mengurangi korupsi.

Baca juga:  Mencegah Perkawinan Anak

Berharap pada Sistem Merit

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mendefinisikan sistem merit sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar tanpa diskriminasi. Sementara PP No. 11 tahun 2017 yang telah diberlakukan sejak 2018 menguraikan 14 kegiatan dalam manajemen ASN, di antaranya adalah penggajian. Bahkan, Pemerintah juga telah menetapkan tiga program prioritas bidang aparatur dalam Rencana Kerja Pemerintah 2020, yang mencakup (1) Peningkatan akuntabilitas kinerja, pengawasan, dan reformasi birokrasi, (2) Peningkatan inovasi dan kualitas pelayanan publik, dan (3) Penguatan implementasi manajemen ASN berbasis merit.

Baca juga:  Prihatin, Korupsi di Kementerian Olahraga

Dengan kebijakan tersebut, sistem penggajian termasuk pemberian tunjangan- tunjangan, seharusnya sudah didasarkan kinerja ASN. Namun, kenyataannya sampai saat ini gaji dan tunjangan peningkatan kinerja (apa pun sebutannya) di sebagian besar pemerintah daerah masih diberikan setiap bulan secara tetap (fix), tidak mencerminkan kinerja. Banyak hambatan implementasi sistem merit. Implementasi sistem merit tidak hanya menuntut sistem penggajian yang didasarkan atas kinerja, tetapi juga membutuhkan perangkat-perangkat pendukung dalam merumuskan/menetapkan ukuran dan mengukur secara akuntabel kinerja individu pegawai dan instansinya.

Masih ada pekerjaan besar Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyusun sistem penggajian yang dapat menghadirkan besaran gaji/pendapatan yang memotivasi kerja dan kinerja setiap level pewai ASN dan sekali gus mengurangi korupsi di birokrasi. Masih diperlukan kerja lebih keras untuk benar-benar dapat mengimplementasikan secara nyata dan akuntabel sistem merit dalam manajemen kepegawaian ASN. Bukan hanya formalitas birokrasi.

Penulis, Widyaiswara BKPSDM Provinsi Bali

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *