DENPASAR, BALIPOST.com – Instruksi Gubernur Bali nomor 1 tahun 2022 tentang Perayaan Tumpek Uye yang kini dilanjutkan oleh Pj. Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, bukan semata–mata untuk meningkatkan performa pemerintahan namun memiliki maksud tersendiri. Dengan dikeluarkannya instruksi tersebut, masyarakat Bali diharapkan dapat menyemarakkan dan eling terhadap filosofi agama Hindu serta melestarikan budaya yang dimiliki.
Dosen Prodi Hukum Adat STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja, I Ketut Wartayasa, S.Ag., M.Ag., mengatakan, latar belakang dikeluarkan instruksi ini menurutnya adalah ingin membangun kembali atau merevitalisasi kearifan lokal Bali yang adi luhung. Walaupun sudah dilaksanakan sebelumnya, namun perlu disemarakkan kembali dan dimaknai.
“Saya selaku pribadi, umat beragama dan pengurus PHDI Bali melihat kesemarakan beragama terkait Tumpek Uye atau Tumpek Kandang sangat semarak. Buktinya kita lihat di berbagai media cetak, online, elektronik, ada wewalungan (binatang) yang diupacarai, dibuatkan banten oton. Jadi tidak hanya manusia diupacarai dengan otonan, tapi wewalungan juga di-oton,” ungkapnya.
Fenomena itu bukan berarti Agama Hindu menyembah hewan ternak. Namun upacara untuk hewan tersebut dimaknai sebagai hari suci untuk menyembah Ida Sang Hyang Widhi dalam prabawa Sang Hyang Pasupati atau Sang Hyang Rare Angon. ”Hal ini tersurat di lontar Sundarigama,” tegasnya pada acara Dialog Merah Putih tentang ”Tumpek Uye dalam Makna Kekinian” di Warung Bali Coffee Jl. Veteran 53 Denpasar, Rabu (18/10).
Dikatakannya, umat Hindu di Bali mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena di Yajur Weda 16.48 disebutkan hewan ternak yang dikandangkan maupun yang tidak, telah membantu umat manusia. Sebagai hewan ternak yang dapat membantu manusia secara ekonomi, memenuhi kebutuhan gizi manusia serta menyelesaikan yadnya. ”Nah ini kita lihat dari sisi kajian tattwa-nya,” ujarnya.
Sementara dari kajian etika juga perlu diperhatikan. Masyarakat Hindu perlu melihat pada sumber hukum Hindu yaitu Sruti, Smrti, Sila, Sad Acara dan Dresta. “Yang Susila mengacu pada perilaku, sikap orang suci kita terdahulu. Dari dulu Tumpek Uye sudah dilaksanakan. Jadi adanya Instruksi Gubernur Bali ini adalah mengulang kembali agar perayaan ini bertumbuhkemban agar tidak punah. Itu maksud dari Pemerintah Provinsi Bali. Caranya, dengan dengan membumikan perayaan ini,” tegasnya.
Dengan dibumikan tersebut, masyarakat dari akar rumput sampai atas baik di tingkat keluarga, hingga masyarakat luas diajak untuk ngeh, eling. Maka diharapkan perayaan Tumpe Uye dilaksanakan dengan sungguh–sungguh tapi tidak sampai keluar dari kerangka agama Hindu.
Guru Agama Hindu SMANN 3 Denpasar I Wayan Phala Suwara, S.Pd.H., M.Pd., mengatakan, secara tidak langsung, perayaan Tumpek Uye berpengaruh pada perilaku masyarakat, khususnya anak–anak di sekolah. Yang paling terlihat adalah, siswa yang biasanya mengesampingkan perayaan ini, sekarang mulai juga melaksanakan secara bertahap. Selain itu, berpengaruh juga terhadap pola perilakunya.
“Karena kita semakin menyadari tidak hanya pada Bhwuana Agung ada binatang, tapi adalam Bhuwana Alit juga terdapat jiwa atau sifat–sifat kebinatangan yang perlu dikendalikan. Jika sifat Rajasika tidak dikendalikan, juga akan mempengaruhi kehidupan manusia dan sekitarnya. Maka perlu panyupatan melalui perayaan Tumpek Uye ini,” ujarnya.
Selain itu, siswa semakin mengenal tentang makna Tumpek Uye sehingga berimplikasi pada tingkat sradha dan bakti yang semakin meningkat. “Masyarakat semakin semangat sembahyang dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan tumpek,” ujarnya.
Selain itu, instruksi perayaan tumpek uye juga memberi ruang praktik kepada siswa dalam mengamalkan ajaran agama Hindu.
Guru Agama Hindu SMAN 9 Denpasar, I Gusti Ayu Made Sukma Artha Dewi, S. Ag., M. Pd., mengatakan, perayaan Tumpek Uye selalu dilaksanakan sesuai surat edaran. Bukan hanya Tumpek Uye yang dirayakan, tapi juga lain seperti Tumpek Krulut, Wariga hingga Kuningan.
Selain perayaan, pemahaman dari perayaan tumpek juga diberikan pada generasi milenial. Sebagai guru agama Hindu ia memiliki tugas meningkatkan sradha dan bakti siswa, meningkatkan siswa cerdas, mandiri tapi juga berbudaya. Lewat perayaan perayaan tumpek, tugas tersebut semakin mudah karena diimplementasikan langsung.
“Yang saya lihat, dari siswa sudah ada perubahan semakin mencintai lingkungan, memelihara hewan di sekolah, memberi makan hewan yang kelaparan, serta mengasah rasa kemanusiaannya menolong binatang,” imbuhnya. (Citta Maya/balipost)