DENPASAR, BALIPOST. com – Kenaikan harga cabai rawit menjadi Rp 66.102 per kg saat ini dan cabai merah besar menjadi Rp 37.000 per kg, membuat petani cabai tersenyum. Pasalnya sejak turun Agustus lalu, kini mulai merasakan untung dari jerih payahnya menanam cabai.

Ketua kelompok tani cabai Mekar Nadi Sari, I Nyoman Sudiyasa, Kamis (2/11) mengatakan, kenaikan harga cabai saat ini lumayan memberi dampak keuntungan bagi petani cabai. “Sekarang sudah lumayan, sekarang harganya lumayan di atas Rp 50.000 per kg di petani,” ujarnya.

Sebelum terjadi kenaikan harga ini, di tingkat petani harga cabai cukup rendah pada Agustus 2023 lalu, hanya Rp 22.000 per kg. Namun dengan harga tersebut sudah memperoleh margin karena BEP Rp 18.000. “Kita petani biaya per pohonnya Rp 18.000,” ujarnya.

Baca juga:  Hibah Kepada Kelompok Sapi

Menurutnya, kenaikan harga cabai saat ini terjadi karena produksi yang berkurang karena tak banyak petani yang menanam cabai. Kenaikan harga cabai juga terjadi pulau Jawa meskipun ketersediaannya ada.

Selama 16 tahun bertani cabai diakui terdapat periode – periode terjadinya kenaikan harga cabai. Dalam setahun petani biasanya menanam sebanyak dua kali, sama seperti siklus padi dengan masa panen, 3-4 bulan setelah tanam.

Baca juga:  Dari Sopir Ambulans Ditahan hingga Truk Angkut BBM Tabrak Jembatan

Produksi yang menurun saat ini juga dikatakan masa peralihan yang mana memang produksi cabai berkurang. “Penanaman serempak di bulan Januari dan Agustus, dan panennya 3-4 bulan kemudian, tapi dari BI akan mencoba membina kelompok petani cabai di Bangah untuk berproduksi 3 kali dalam setahun,” ungkapnya.

Ia sendiri bersama kelompok petani cabai dengan lahan seluas 40 ha, menanam cabai rawit dan cabai merah besar. Namun petani lebih memilih menanam cabai rawit karena lebih minim risiko. “Kalau cabai merah besar lebih riskan kena hama. Jika kena thrip, buahnya jadi lebih sedikit, kalau cabai rawit walaupun kena hama thrips, dia bisa produksi banyak,” ujarnya.

Baca juga:  Data Regsosek untuk Capai Pembangunan Berkelanjutan

Selain periode masa tanam, tanaman cabai juga mesti mendapatkan air yang cukup. Maka dari itu, sistem subak yang secara bergiliran mendapatkan air, diatasi dengan air PAM swadaya. “Kebetulan sekarang kita akan mencoba digital farming dengan pengairan sistem tetes tapi belum realisasi, lahannya sudah siap. Kayanya bulan ini mulai,” ujarnya. (Citta Maya/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *