Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Peran dan Suara Anak Muda Dalam Pemilu 2024”, di Warung Bali Coffee Jl. Veteran 63 A Denpasar, Rabu (8/11). (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Pemilu Serentak Tahun 2024, untuk kali pertama di Indonesia para pemilih akan didominasi kelompok milenial dan Gen Z. Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), setidaknya 33,60 persen pemilih masuk kategori milenial. Sedangkan Generasi Z ada sekitar 22,85 persen dari total DPT.

Ini artinya, gabungan kedua generasi tersebut mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pemilu mendatang. Generasi tersebut selain dikenal lebih melek teknologi informasi, juga memiliki pandangan yang inovatif terkait berbagai isu, termasuk tentang lingkungan dan perubahan iklim.

Penyarikan Desa Adat Pedungan, I Gede Redita, S.Ag., mengatakan Pemilu Serentak pada 14 Februari 2024 akan melibatkan para pemilih baru dari generasi muda atau milenial (Gen Z). Bahkan, akan ada beberapa kelompok katagori pemuda yang telah mempunyai hak pilih. Namun, yang menjadi sorotan adalah para pemilih pemula. Sebab, mereka baru kali pertama sebagai peserta pemilih dalam pesta demokrasi 5 tahunan ini. Oleh karena itu, pemilih pemula ini harus diberikan pemahaman tentang bagaimana sebagai pemilih yang baik. Dengan harapan mereka bisa menentukan pilihan mereka sesuai dengan hati nurani mereka tanpa intervensi dari pihak manapun.

Baca juga:  Renang Bali Mendulang Tiga Emas di Popnas

Selain itu, pada Pemilu Serentak 2024 ini juga diisi oleh generasi muda sebagai calon anggota legislatif. Begitu juga dengan calon Cawapres yang diisi oleh anak muda usia di bawah 40 tahun. Kehadiran generasi muda dalam kontestasi politik ini semakin mewarnai demokrasi di Tanah Air. Mereka ingin wakil rakyatnya  menghadirkan tampilan adu gagasan yang lebih kekinian namun visioner.

Diharapkan, tampilan gagasan-gagasan generasi muda ini akan semakin menginspirasi para pemilih pemula untuk menentukan pilihannya dengan baik dan bijak. “Perbedaan dalam pilihan itu pasti ada, namun perbedaan itu tidak menjadi hal yang terus diperdebatkan apalagi dipertengkarkan, tapi justru momennya adalah momen Hari Kasih Sayang tentu kita harus rangkul bersama untuk memilih bagaimana kita bisa mendapatkan calon-calon pemimpin yang baik yang bisa menyalurkan aspirasi kita semua,” ujar Gede Redita dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Peran dan Suara Anak Muda Dalam Pemilu 2024”, di Warung Bali Coffee Jl. Veteran 63 A Denpasar, Rabu (8/11).

Baca juga:  Krisis Air Bersih, Nusa Penida Butuh Mobil Tangki Distribusi Air

Aktivis muda dan penggiat demokrasi, Ni Luh Rosita Dewi, SIP., mengatakan bahwa Pemilu 2024 merupakan momentum bagi generasi muda untuk mengawal jalannya pesta demokrasi agar berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang belaku. Ditekankan, bahwa dalam pesta demokrasi peran generasi muda sangat penting sebagai sosial kontrol di era teknologi informasi saat ini. Dimana, generasi muda harus mengaplikasikan teknologi informasi dengan baik dan bijak. Jangan hanya teknologi diperuntukkan untuk kepentingan pribadi, namun bagaimana melalui teknologi generasi muda mampu mengedukasi masyarakat. Terutama berkaitan dengan proses dan tahapan pemilu.

Begitu juga mengedukasi masyarakat agar tidak terprovokasi oleh isu-isu negatif yang menyebabkan rusaknya jalan demokrasi. Terlebih, generasi muda memiliki hak dan kewajiban membawa arah dan tujuan bangsa ini ke depannya.

Baca juga:  Satpol PP Tertibkan Villa Tanpa Izin di Pejeng dan Ubud

Manggala Yowana Kabupaten Badung, dr. IG. Prayoga Mahardika, S.Ked., M.H., mengatakan bahwa anak muda Bali saat ini sudah jauh melek terhadap perkembangan politik yang berkembang. Sebab, generasi milenial sekarang memiliki pemikiran dan tindakan jauh lebih dewasa. Mereka mampu membedakan mana ranah politik dan ranah lainnya. Untuk itu, pihaknya berharap kepada para calon pemimpin milenial mestinya juga memiliki pemikiran dan tindakan yang sesuai dengan harapan generasi muda.

Dikatakannya, jangan sampai calon pemimpin dari kalangan generasi muda tidak mampu membaca arah pikiran apa yang diinginkan anak muda saat ini. Jangan sekali-kali menghubungkan kreativitas budaya yang digeluti anak muda dengan politik. Misalnya, melarang lomba ogoh-ogoh pada saat tahun politik. Karena kreativitas budaya tidak ada hubungannya dengan politik. Apabila itu bisa dilakukan, maka calon pemimpin muda ini akan mampu menarik simpati pemilih generasi muda. (Winatha/balipost)

BAGIKAN