DENPASAR, BALIPOST.com – Netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan non ASN di lingkungan pemerintahan pada Pemilu Serentak Tahun 2024 wajib ditaati. Begitu juga ASN dan Non ASN dilingkungan Pemerintah Provinsi Bali.
Menurut Ketua Bawaslu Provinsi Bali, Putu Agus Tirta Suguna, netralitas ASN dan Non ASN pada pelaksanaan Pemilu merupakan satu kewajiban yang harus dipatuhi karena telah diatur dalam Undang – Undang (UU). Yakni, UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta Keputusan Bersama Menpan RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu RI tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) Dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan.
Dikatakan, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi netralitas ASN dan Non ASN dalam Pemilu. Di antaranya, faktor budaya paternalistik birokrasi, kekerabatan, serta ASN dan non ASN yang kurang memahami regulasi dan intervensi politik. “Di tengah–tengah tahapan Pemilu yang sedang berlangsung ini, saya berharap kepada semua jajaran ASN dan Non ASN untuk tetap menjaga netralitas diri, tetap menjaga dan menahan diri untuk terlibat pada kegiatan politik praktis. Salah satu contoh, bagaimana ASN maupun Non ASN nanti bisa turut bersosialisasi atau bertemu dengan pasangan calon untuk tidak menunjuk atau menggunakan jari yang dipermainkan berkaitan paslon tersebut,” ujar Tirta Suguna seusai Sosialisasi Netralitas ASN dan Non ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali, Selasa (14/11).
Ada beberapa tindakan atau kegiatan bagi ASN dan Non ASN yang bisa dianggap menjadi pelanggaran kode etik. Di antaranya, turut dalam pemasangan spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait calon peserta pemilu, sosialisasi/kampanye media sosial/ online bakal calon, menghadiri deklarasi/kampanye paslon dan memberikan dukungan secara aktif, membuat postingan pada medsos/ media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan paslon, timses dan alat peraga parpol, membuat postingan, komen, share dan like, bergabung dalam grup pemenangan paslon, menjadi pengurus atau anggota parpol, serta kegiatan–kegiatan politik praktis lainnya.
Agus Tirta Suguna menegaskan setiap ASN yang ikut sebagai pelaksana dan tim kampanye dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta. Ini sesuai bunyi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 494. Mekanisme penanganan pelanggaran netralitas ASN dimulai dengan adanya temuan atau laporan. Berikutnya ditindaklanjuti dengan pengkajian serta diakhiri dengan rekomendasi kepada penyidik.
Senada dengan Ketua Bawaslu Provinsi Bali, Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra pun menyampaikan pentingnya melakukan sosialisasi terkait netralitas pada Pemilu kepada seluruh ASN dan Non ASN yang bekerja di Pemerintah Provinsi Bali. Sebab, ketentuan–ketentuan yang berlaku terkait Pemilu sangat ketat. Mengingat konsekuensi hukum yang dapat ditimbulkan akibat adanya pelanggaran netralitas ASN dan Non ASN.
Khusus tenaga kontrak di lingkup Pemprov Bali, dikatakan terdapat kebijakan tersendiri yang mengatur terkait netralitas dalam Pemilu. Yakni, SE Menpan RB Nomor 01 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN). “Jadi kawan–kawan, adik–adik yang statusnya tenaga kontrak masuk dalam ketentuan ini juga harus netral, jadi tidak boleh ikut dalam kegiatan – kegiatan politik praktis,” pesan Dewa Indra.
Terkait SE Keputusan Bersama Menpan RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN dan Ketua Bawaslu RI, Sekda Dewa Made Indra merinci bahwa kebijakan tersebutkan memberikan mandat kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini kepala daerah, bersama pejabat yang berwenang dalam hal ini sekretaris daerah (Sekda) sendiri, untuk melaksanakan 4 hal penting. Yakni, melaksanakan sosialisasi terkait metralitas ASN dan Non ASN, melaksanakan ikrar tentang netralitas, penandatanganan pakta integritas, serta membuat sistem informasi tentang pelanggaran netralitas.
Risiko yang akan dihadapi apabila melakukan pelanggaran netralitas di era sekarang ini konsekuensi hukumannya sangat berat. Mulai hukuman-hukuman yang bersifat administratif, sampai hukuman pidana. ”Jadi jangan anggap remeh, bukan sekadar teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, bukan. Bawaslu bisa membawa Anda yang melanggar ini ke ranah pidana, artinya penjara,” pungkas Sekda Dewa Indra. (Winatha/balipost)