DENPASAR, BALIPOST.com – Guna mendongkrak jumlah UMKM Bali yang naik kelas, pemanfaatan ekosistem digital di kalangan pelaku usaha perlu ditingkatkan. Sebab dari data yang ada, ekosistem digital mampu memberikan dampak positif bagi kinerja UMKM. Demikian terungkap dalam diskusi dengan tema “Mendorong Kemajuan UMKM Bali melalui Pemanfaatan Ekosistem Digital,” Selasa (21/11).
Menurut Guru Besar Ekonomi dari Undiknas, Prof IB Raka Suardana pelaku usaha yang mengadopsi teknologi mengalami peningkatan volume penjualan hingga 50 persen. Tak hanya itu, asetnya bertambah menjadi 52 persen dan labanya 50,2 persen. Maka dari itu, literasi digital pada pelaku UMKM harus terus digencarkan.
Menurutnya pelaku usaha, baik kalangan baby boomer maupun milenial, harus mengadopsi teknologi jika tidak, ingin tertinggal. “Produk asal Bali luar biasa hasilnya berkualitas, tapi ketika dia berhadapan dengan pasar, masih sangat lemah, akses ke pasar masih sangat terbatas,” ujarnya saat diskusi yang diselenggarakan oleh Sampoerna Entrepreneurship Training Centre berkolaborasi dengan sejumlah pihak ini.
Sementara itu, Kabid Pemberdayaan UKM Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali, AA Satrya Diana mengungkapkan rasio kewirausahaan Bali saat ini 3,95%. Pada 2024, ditargetkan bisa mencapai 6 persen yaitu sebanyak 566 ribu pelaku UMKM dari yang saat ini mencapai 390 ribu.
Ia berharap target tersebut bisa terwujud dengan kolaborasi berbagai pihak. Berdasarkan data di Dinas Kabupaten/kota, pertumbuhan UMKM setiap tahun naik 2%. Pada tahun 2023 jumlahnya mencapai 442.848 UMKM.
Untuk kategori usahanya, sebagian besar merupakan usaha mikro mencapai 387.279. Sedangkan usaha kecil sebanyak 43.296, dan menengah berjumlah 11.273. Dilihat dari bidang usaha, perdagangan yang paling banyak, berjumlah 264.650 (58,76%). Disusul industri pertanian 70.702 (15,97%), industri non pertanian 63.740 (14,39%), dan aneka jasa 43.756 (9,88%)
Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan UMKM meningkat signifikan 41,50 persen, mencapai 129.881.
Persoalan klasik, terutama dalam pembiayaan, perizinan, SDM, teknologi, pemasaran atau promosi dan produksi, masih dialami UMKM. Tantangan lain yang dihadapi adalah sulitnya UMKM untuk naik kelas atau terjebak dalam status UMKM.
Meski demikian, ia menilai perlu ada kriteria yang jelas terkait UMKM naik kelas ini. Apalagi, dengan adanya regulasi yang baru, pelaku usaha pemula kriteria Rp 0 sampai Rp 1 miliar.
Salah satu pelaku usaha yang tergabung dalam HIPMI, Komang Manik Sumardika mengatakan, di era semakin berkembangnya teknologi, tantangannya semakin besar karena persaingan semakin ketat. Ia pun mengajak para pengusaha untuk menaikkan value.
“Jadi kita memang harus mencari positioning dari produk kita. Kita tidak perlu ikut-ikutan, tapi kita harus memiliki sesuatu yang berbeda agar dapat memenangkan pasar. Tentunya kita harus aware dengan blue ocean strategy dimana kita harus mengutamakan kualitas daripada hanya perang harga,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)