JAKARTA, BALIPOST.com – Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menilai substansi penguatan hak imunitas Anggota DPR di dalam revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). KPK menilai revisi UU MD3 melanggar prinsip umum hukum.
“Itu seluruh dunia tidak boleh ada keistimewaan. Saya (Laode), Pak Agus Raharjo (Ketua KPK), dan Basaria Panjaitan (Wakil Ketua KPK) kalau mau dipanggil polisi tidak perlu izin siapa-siapa. Presiden pun tidak membentengi dirinya dengan imunitas seperti itu. Makanya saya juga kaget,” kata Laode M Syarif dalam rapat dengat pendapat di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/2).
Kritik atas UU MD3 terkait upaya DPR membentengi diri melalui Pasal 122 yang menyebutkan pengkritik DPR dapat dipidanakan dan Pasal 245 soal hak imunitas untuk mencegah kriminalisasi anggota DPR karena bicara dan bertindak saat menjalankan tugasnya. Dalam hal ini, DPR memberi kewenangan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk melindungi ketika anggota dewan terjerat kasus hukum karena tugas kedewanan yang dijalaninya.
Sejumlah anggota Komisi III DPR mempersoalkan komentar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif tentang hak imunitas anggota DPR dalam UU MD3. Di antara yang melayangkan protes terhadap penyataan Laode antara lain anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu, anggota Komisi III Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik, dan anggota Fraksi PAN Muslim Ayub.
“Setelah saya tafakkur menanya hati saya paling dalam apakah norma baru UU MD3 Pak Muslim katakan ada di UUD hak imunitas betul, Pak. Tapi itu hak imunitas menjalankan tugasnya,” kata Laode.
Namun dalam asas equality before the law (persamaan di hadapan hukum), norma baru yang dibuat dalam UU MD3 itu dinilai melanggar prinsip umum hukum. Sehingga hak imunitas tidak berlaku ketika apabila anggota DPR melakukan pelanggaran pidana di luar menjalankan tugasnya. “Penyelidikan dan penyidikan tetap saja KPK berpedoman UU KPK dan KUHAP yang KPK tak perlu izin karena itu TPK,” tegasnya. (Hardianto/balipost)