JAKARTA, BALIPOST.com – Dalam diskusi bertajuk ‘Benarkah DPR Gak Mau Dikritik?’ di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2), Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menilai pengesahan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) terlalu terburu-buru. Ia pun mengatakan penilaian itu merupakan sikap dari Fraksi PPP.
Undang-undang MD3 itu disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Senin 12 Februari 2018. “Bagi PPP seperti itu. Ini jangan lah terburu-buru,” ujarnya.
Ia mengatakan sebelum pengesahan diperlukan lagi satu kali periode masa sidang, mulai awal Maret hingga akhir April, untuk mendengarkan masukan dari para ahli hukum tata negara.
Menurut dia, sejumlah pihak termasuk masyarakat dan pakar hukum tata negara perlu didengarkan pendapatnya untuk merumuskan Undang-undang MD3 tersebut. Dia mengakui bahwa ide awal revisi Undang-undang MD3 adalah penambahan kursi pimpinan DPR untuk Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sebab, PDIP selaku partai politik peraih suara terbanyak pada Pemilu Legislatif 2014 lalu tidak memiliki perwakilannya di kursi pimpinan DPR. Saat itu, kata dia, Fraksi PPP menyetujui.
Namun, Badan Legislasi (Baleg) mengusulkan agar sejumlah usulan revisi Undang-undang MD3 disatukan dengan usulan penambahan kursi pimpinan DPR untuk Fraksi PDIP itu. “Ketika ada materi-materi lain itu memang kurang intensif, kurang menggali partisipasi publik,” tutur anggota Komisi III DPR ini.
Fraksi PPP bersama Fraksi Partai NasDem melakukan aksi walk out saat revisi Undang-undang MD3 akan disahkan dalam rapat paripurna. Saat itu Ketua PPP, Leny Marlina Wati hanya menyinggung soal ketidaksetujuannya soal penambahan kursi pimpinan MPR. (kmb/balitv)