Terdakwa mantan Kajari Buleleng, Fahrur Rozi, S.H., M.M., saat memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/Asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sidang dugaan korupsi dan gratifikasi dengan terdakwa mantan Kajari Buleleng, Fahrur Rozi, S.H., M.M., dan pengusaha Suwanto, di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (27/12), memasuki pemeriksaan terdakwa, sekaligus saling bersaksi.

Namun demikian, sidang pimpinan KPN Denpasar Nyoman Wiguna itu, terlebih dahulu memeriksa saksi meringankan yakni keponakan Fairuz Rozi.

Ada beberapa terungkap dalam sidang yang diajukan JPU dari Kejaksaan Agung tersebut. Yakni soal panfaatan dana BOS dan Dana Alokasi Khusus, untuk pengadaan buku dari CV Aneka Ilmu milik pengusaha Suwanto. Yang lebih miris, soal pengadan buku di Buleleng, ada indikasi bahwa terdakwa selaku Kajari Buleleng manfaatkan sekolah yang bermasalah dengan penggunaan dana BOS dan juga memanfaatkan kades bermasalah yang terindikasi bermasalah dengan dugaan korupsi yang ditangani bidang Pidsus Kejari Buleleng.

Sebagaimana terungkap di persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, JPU dari Kejaksaan Agung awalnya bertanya terkait persoalan ketika terdakwa sebagai Kajari Buleleng. Yakni kurun waktu 2016-2018.

Dijelaskan Fahrur Rozi, selaku saksi sekaligus terdakwa, bahwa awalnya dia mengaku ditelepon oleh terdakwa Suwanto. “Saat itu hari Sabtu. Dia datang ke Denpasar dan minta dikenalin sama Bapak Bupati,” ucap Fahrur Rozi. Dan kajari pun dijemput oleh Andi Saiful dan bertemu di sebuah hotel. “Lalu saya kenalkan ke Bapak Bupati bahwa temannya (Suwanto) adalah pengusaha buku. Beliau bilang ya bagus, ” kata mantan Kajari Buleleng tersebut.

Baca juga:  Ledakan di Mapolrestabes Surabaya, 10 Jadi Korban

Dari sana muncul untuk berkordonasi dengan kadis pendidikan. Hari berikutnya kembali rembug di sebuah hotel di Sanur, lalu Senin saat hari kerja baru ke Buleleng. Di sana dikenalin pada salah satu kabid di dinas pendidikan.

JPU menanyakan soal sasaran kepala desa, dan diuraikan bahwa ada program perpustakaan desa dan taman baca untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Dari sanalah kemudian muncul dua kegiatan yang bersumber dari dana BOS yaitu dana untuk pemgadaan buku reguler dan kedua ada dana desa.

Pembicaraan kedua, yakni pada hari berikutnya saat datang ke dua kalinya Suwanto ke Kejari Buleleng, di sana juga bertemu Sekda Buleleng. Kajari mengenalkan ke Sekda bahwa Suwanto ingin menawarkan buku untuk perpustakaan ke kecamatan dan dinas-dinas. Namun saat itu sekda tidak mempersilahkan. “Saya ingat benar, Sekda hanya bilang, kalau soal ini (pengadaan buku) harus dibahas di DPRD dulu. Tapi bagaimana ya uang saya (uang terdakwa di Suwanto),” kata Fahrur di depan persidangan.

Baca juga:  Denpasar Perpanjang Masa Belajar di Rumah, Sekolah Tak Perlu Lakukan Evaluasi Pembelajaran

Jaksa mulai membaca berkas acara pemeriksaan di Kejaksaan Agung yang menyinggung soal pemanggilan sekolah bermasalah di Buleleng. Fahrur menyebut bahwa pihaknya memanggil sekolah-sekolah yang bermasalah dengan melibatkan kasiintel Kejaksaan yang salah satunya di SMP terkait dengan pengelolaan dana BOS. Namun kata terdakwa, kepala sekolah dicerahkan supaya tidak ada masalah dengan penggunaan dana BOS di sekolah. “Begitu juga terkait buku perpustakaan desa. Gayung tersambut, K3S datang, ya mereka bilang pak jakasa kami mau ambil (paket pengadaan buku),” ucap Fahrur Rozi.

Nah dalam kesaksian sebelumnya ada pengadaan paket buku mulai puluhan juta hingga ratusan juta. Jaksa menanyaknan soal paket buku tersebut, namun soal paket itu banyak dibantah oleh terdakwa Fahrur Rozi.

Baca juga:  Got Tersumbat Sampah, Empat Rumah Kebanjiran

Padahal menurut jaksa, itu ada paketnya. Jika ada sekolah yang sedang diperiksa, paketnya berbeda. Jaksa menyebut tidak apa-apa terdakwa membantah, tapi sudah diakui ada pembelian paket buku di sekolah dan di desa.

Jaksa kemudian menanyakan soal dana desa. Dijelaskan JPU, ada kepala desa di Buleleng dijadikan tersangka dan ditersangkakan. “Ini bagaimana ceritanya?, ” tanya JPU.
Terdakwa yang mantan Kajari Buleleng menegaskan, saya masuk 2016 akhir. 2017 transisi. Setelah saya cek, perkara ini bukan perkara pidum, tapi pidsus. Saat saya masuk, dia (kades) sudah jadi tersangka di awal tahun 2017, ucap Fahrur.

Dia mencontohkan terkait ada permasalahan renovasi gedung desa. Lalu perkara itu dicek ke pidsus dan ternyata sudah dinaikkna ke penyidikan. “Kades ini lalu datang ke rumah dinas saya sambil membawa durian. Dia minta tolong. Saya bilang tidak bisa. Namun solusinya adalah kembalikan uangnya yang diduga dikorupsi. Kalau (perkaranya) stop ga bisa, ” ucap terdakwa Fahrur Rozi. (Miasa/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *