DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Pemilu Serentak 2024 para calon pemimpin legislatif Bali minim memiliki program yang peka terhadap permasalahan Bali ke depan. Bahkan, isu-isu lokal yang terjadi saat ini nyaris tak terangkat ke permukaan yang ditenggelamkan oleh lebih banyak isu-isu nasional.
Padahal, seharusnya permasalahan Bali ke depan menjadi perhatian prioritas oleh para calon legislatif Bali ke depan.
Pengamat Politik, Profesor Anak Agung Gede Oka Wisnumurti mengatakan isu politik nasional pada sistem Pemilu Serentak yang dilaksanakan pada tahun 2024 lebih mendominasi dibandingkan isu-isu politik di tingkat lokal. Hal ini menyebabkan isu politik lokal menjadi tenggelam. Bahkan hal ini dapat dirasakan dari berbagai kampanye yang dilakukan oleh partai politik tidak dapat dirasakan dengan baik oleh masyarakat.
Sehingga, permasalahan-permasalahan yang terjadi di tingkat lokal, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota tidak terangkat dengan baik.
Selain disebabkan karena didominasi isu politik nasional, juga disebabkan karena para caleg kehilangan momentumnya untuk bisa mengangkat isu-isu lokal.
Padahal, sejatinya banyak persoalan-persoalan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang perlu diangkat ke permukaan untuk diperjuangkan oleh pemimpin dan para caleg Bali ke depan. Apalagi, Pemilu Serentak 2024 ini tidak saja dimaknai sebagai kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden secara nasional, tetapi juga memilih calon legislatif. Khususnya para calon legislatif di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.
Dikatakan, politik identitas cara termudah untuk melakukan konsolidasi politik di level masyarakat yang belum melek politik atau pemahaman dan pengetahuan politiknya masih standar. Kendati demikian, saat ini kesadaran, pemahaman dan kedewasaan politik masyarakat telah mengalami peningkatan.
Bahkan, konflik politik horizontal sudah mulai mereda. Hal ini perlu dikelola dengan baik agar suhu dan dinamika politik tidak mengarah ke hal-hal yang destruktif. Apalagi, peningkatan kesadaran dan kedewasaan, fanatisme politik mulai menyurut. Artinya fanatisme ideologis tidak lantas menafikan perbedaan dan keberagaman. (Ketut Winata/balipost)