Kondisi lahan di subak Tingkadbatu, Desa Jehem, Tembuku yang tidak mendapat pasokan air. (BP/Ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Petani di Subak Tingkadbatu, Desa Jehem, Tembuku sejak beberapa tahun terakhir tak bisa menanam padi. Kendalanya, tidak ada pasokan air pasca jebolnya bendungan yang ada di hulu subak tersebut.

I Nengah Semarajaya, petani subak Tingkadbatu mengungkapkan dari total 28 hektar sawah di Subak Tingkadbatu, 13 hektar diantaranya tak dapat pasokan air akibat dampak jebolnya bendungan. Kondisi itu sudah terjadi hampir lima tahun terakhir. Karena tak bisa ditanami padi, petani selama ini mengisi lahannya dengan palawija, cabai atau bunga. Ada juga petani yang membiarkan lahannya nganggur.

Jelas Semarajaya, kerusakan bendungan yang mengairi subak Tingkadbatu sudah terjadi sejak lama. Kerusakan pertamakali terjadi tahun 2000. Saat itu kerusakannya masih bisa ditanggulangi petani secara swadaya. Demikian juga saat kerusakan kembali terjadi tahun 2016. Petani masih bisa menanggulanginya dengan gotong royong. “Yang ketiga kalinya tahun 2019 lalu itu sudah tidak bisa diperbaiki. Bendungannya jebol,” ungkapnya.

Baca juga:  “Foods for Jobless" dan “Wirasa Bali TV” Bagi Sembako dan Nasi Bungkus

Sekretaris Subak Tingkadbatu itu mengaku pihaknya sudah sempat beberapa kali mengusulkan perbaikan bendungan ke Pemkab Bangli. Akan tetapi sampai sekarang bendungan itu belum mendapat penanganan. “Gambar sudah ada, pengukuran juga sudah dilakukan, tapi katanya dananya yang belum ada,”ujarnya. Menurut informasi yang didapatnya, perbaikan bendungan tersebut membutuhkan anggaran kurang lebih Rp 6 miliar.

Semarajaya sangat berharap Pemkab Bangli dapat segera membatu perbaikan bendungan. Sehingga petani bisa kembali menanam padi. Perbaikan bendungan diharapkan bisa cepat terealisasi supaya lahan sawah tidak keburu beralih fungsi. Sebab sudah ada yang berencana menanami lahannya dengan pohon durian.

Baca juga:  Hasil Sidak, Kafe Remang-remang Tak Ada Kantongi Izin

Dikatakan juga bahwa petani di Subak Tingkadbatu selama ini lebih memilih menanam padi karena lebih menguntungkan dibanding tanaman lainnya. “Kalau cabai seperti sekarang harganya memang bagus, mahal. Tapi biaya produksi dan perawatannya juga mahal. Untuk nyiram cabai, saya ambil air pakai mesin itu per harinya saya harus keluarkan biaya Rp 50 ribu,” jelasnya.

Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Kabupaten Bangli I Wayan Sarma dikonfirmasi terkait Jumat (5/1) tak menampik bahwa sebagian subak di Tingkadbatu tak bisa ditanami padi karena tidak mendapat pasokan air. Namun demikian dia memastikan bahwa seluruh lahan tersebut tertanami alias tidak ada yang nganggur. “Ada yang tanam bunga, ketela, kacang tanah,” kata Sarma.

Baca juga:  Go-Food Festival Hadir di Bali

Pihaknya mengaku sudah pernah menawarkan bantuan bibit jagung untuk petani setempat. Akan tetapi tidak semuanya tertarik menerima bantuan itu. “Ada beberapa petani yang mengambil (bantuan bibit jagung). Kebanyakan memilih menanam komoditas lain,” ujarnya.

Terkait kerusakan bendungan, Sarma mengatakan tanggung jawab perbaikannya ada di Dinas PUPRPerkim. Untuk mencegah terjadinya alih lahan sawah di subak Tingkadbatu, ia mendorong supaya bendungan segera diperbaiki. (Dayu Swasrina/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *