TABANAN, BALIPOST.com – Kadek Dwi Arnata atau akrab dipanggil Jero Dasaran Alit (JDA) mengajukan penangguhan atas penahanan dirinya di Lapas Tabanan. Pengajuan penagguhan ini dilakukan Senin (8/1), oleh kuasa hukum JDA, Kadek Agus Mulyawan.
Menurut Agus, pihaknya mengajukan penangguhan penahanan JDA karena sejumlah alasan. Ia menyebut ada 3 alasan yang mendasari. Pertama, kliennya diklaim kooperatif selama penyelidikan dan penyidikan. “Beliau selalu memenuhi panggilan pemeriksaan,” sebutnya.
Kedua, JDA merupakan seorang spiritualis atau pemangku yang memiliki tugas-tugas keagamaan. “Biasanya kan beliau melayani umat di rumahnya. Dengan adanya penangguhan ini, kita berharap beliau masih bisa melayani umat,” cetusnya.
Alasan ketiga terkait kesehatan psikologis JDA. Sebab, JDA dikhawatirkan mengalami tekanan psikologis berada di Lapas. Sehingga diharapkan meski kasusnya sudah dilimpahkan ke Kejari Tabanan, penangguhan dikabulkan dan JDA diberikan kewajiban lapor diri selama proses perkara.
Terkait adanya pengajuan penangguhan penahanan, Kasi Pidum Kejari Tabanan, Ngurah Wahyu Resta mengatakan masih mempelajari permohonan JDA. Ia menjanjikan dalam waktu dekat akan memberikan jawaban terkait surat permohonan tersebut.
“Masih kita pelajari dulu permohonannya. Mudah-mudahan tidak sampai lama. Seharusnya sehari dua hari sudah beres,” terangnya.
Sebelumnya, berkas kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan Kadek Dwi Arnata sudah dilakukan pelimpahan tahap II ke Kejari Tabanan. Atas pelimpahan, pada Kamis 4 Januari itu, JDA ditahan di Lapas Kelas II Tabanan.
JDA dilaporkan seorang gadis berusia 22 tahun asal Buleleng terkait dugaan pelecehan seksual. Dwi ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Tabanan.
Saat itu, meski ditetapkan tersangka, JDA tidak ditahan karena ancaman hukuman sesuai pasal yang disangkakan paling lama empat tahun.
JDA dalam kasus ini disangkakan melakukan perbuatan pelecehan terhadap tubuh yang mengakibatkan turunnya harkat dan martabat seorang Wanita sesuai Pasal 6 huruf a dalam Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Namun pada 23 November, JDA kembali diperiksa dan dijerat 3 pasal primer, yakni pasal 6 huruf c, UU 12/2022 dan pasal 285 dan 289 KUHP tentang pemerkosaan dan pencabulan dengan ancaman hukuman 12 tahun. (Puspawati/balipost)