Rafi Natapradja. (BP/Istimewa)

Oleh Rafi Natapradja

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 5 Oktober 2023 mengeluarkan Peraturan OJK No. 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan (POJK 18/2023). Menurut Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, penerbitan POJK ini dilatarbelakangi oleh visi untuk meningkatkan investasi berkelanjutan di pasar modal dengan memperkenalkan suatu produk yaitu Efek Bersifat Utang Berwawasan Sosial (Obligasi Sosial). Obligasi sosial akan difokuskan untuk membiayai Kegiatan Usaha Berwawasan Sosial (KUBS)dalam rangka mewujudkan pembangunan yang merata dan berkeadilan.

Artikel ini selanjutnya akan membahas potensi dan bagaimana obligasi  sosial dapat membantu membiayai KUBS di daerah, memberikan dampak positif  bagi pembangunan daerah, dan juga para pihak yang terlibat, seperti pemerintah daerah, perusahaan atau emiten, dan investor.

Sekilas Tentang obligasi sosial Berdasarkan POJK 18/2023, obligasi sosial dapat diartikan sebagai surat berharga yang dapat dialihkan dan/atau diperdagangkan di pasar modal yang dana hasil penerbitannya dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan usaha berwawasan sosial. Obligasi atau obligasi korporasi merupakan salah satu dari beberapa contoh efek bersifat utang. Contoh lain dari efek bersifat utang adalah sukuk (efek syariah), surat berharga negara, atau efek beragun aset.

Obligasi sosial memiliki sejumlah perbedaan dari obligasi biasa atau obligasi yang tidak berwawasan sosial dalam hal penggunaan dana hasil penerbitan. Dana hasil penerbitan dari Obligasi Sosial digunakan khusus untuk membiayai KUBS, kegiatan usaha yang bertujuan untuk memitigasi permasalahan sosial. Sejumlah contoh dari KUBS dalam POJK 18/2023 mencakup (a) pembangunan layanan infrastruktur dasar yang terjangkau, (b) pembangunan perumahan terjangkau, dan (c) pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah. Karakteristik lain yang juga identik pada obligasi sosial mencakup (a) proses internal evaluasi dan pengelolaan risiko terkait KUBS, (b) pelaporan realisasi dana hasil penerbitan dan dampak bagi KUBS yang dibiayai, dan (c) reviu dari penyedia reviu eksternal.

Baca juga:  Medical Tourism Versus Cultural Tourism Bali

OJK, bersama dengan Bursa Efek Indonesia (IDX) dapat memberikan insentif untuk penerbitan Obligasi Sosial. Namun, peraturan pelaksana dan teknis sehubungan dengan insentif masih belum tersedia. Hal ini utamanya dikarenakan IDX masih melakukan observasi dan mengantisipasi kebutuhan insentif dari obligasi sosial.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto pada tahun 2022 mengungkapkan ketertarikannya untuk mengkaji pemanfaatan Obligasi Sosial sebagai sumber pembiayaan alternatif dari program pemerintah berwawasan sosial, termasuk program penanganan dampak sosial ekonomi akibat Covid-19 dan program pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024, masyarakat dapat melihat dan mencermati kebutuhan pendanaan terkait pembangunan daerah. Pemerintah telah mengalokasikan IDR 857.6 triliun (USD 55 miliar) alokasi Transfer Ke Daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Alokasi TKD lebih lanjut disalurkan, antara lain, (a) untuk membiayai pembangunan infrastruktur daerah dan pelaksanaan pelayanan publik daerah, seperti pembangunan jalan dan jembatan, rumah sakit dan puskesmas, serta perumahan, berdasarkan alokasi Dana Alokasi Khusus; dan (b) untuk membiayai Bantuan Langsung Tunai, program ketahanan pangan, dan pembangunan infrastruktur desa, berdasarkan alokasi Dana Desa.

Baca juga:  Pengusaha Mengeluh, Dikejar Petugas Bank Sampai ke Pengungsian

POJK 18/2023 memberikan pemerintah pilihan untuk membiayai program pembangunan daerah yang tercantum dalam APBN Tahun Anggaran 2024 melalui mekanisme pembiayaan alternatif, yaitu Obligasi Sosial, dengan ketentuan program ini memenuhi kriteria KUBS dan ketentuan lain dalam peraturan perundang-undangan. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga memungkinkan pemerintah daerah untuk bekerja sama dengan pihak ketiga, dalam hal ini perusahaan atau emiten yang mendapat penugasan dari pemerintah daerah untuk melaksanakan KUBS.

Perusahaan atau emiten kemudian dapat menerbitkan Oblgiasi Sosial untuk menghimpun dana yang dibutuhkan untuk membiayai KUBS, sesuai dengan POJK 18/2023. Pemanfaatan Obligasi Sosial untuk membiayai program pembangunan daerah berpotensi untuk mengurangi beban APBN karena dana dari sektor swasta dan masyarakat dimanfaatkan untuk mendukung APBN. Selain itu, pembangunan daerah juga diantisipasi untuk menjadi lebih transparan dan akuntabel karena penggunaan dana hasil penerbitan harus dilaporkan kepada OJK.

Selain sejumlah manfaat bagi pemerintah, IDX menyebutkan Obligasi Sosial sebagai implementasi dari kebijakan Environmental, Social, and Governance (ESG) dapat membantu perusahaan atau emiten memitigasi risiko jangka panjang sehubungan dengan masalah ekonomi, sosial, dan tata kelola serta membantu menjaga reputasi dan nama baik terhadap investor dan masyarakat. McKinsey, firma manajemen konsultasi asal New York, Amerika Serikat, juga menyebutkan sejumlah keuntungan dan manfaat dari investasi ESG dan Obligasi Sosial, antara lain: (a) mendapatkan dukungan pemerintah dan menarik investor berwawasan keberlanjutan, (b) meningkatkan efisiensi dan menekan biaya, (c) meningkatkan produktivitas karyawan, dan (d) menjaga keberlanjutan dari kegiatan usaha yang dibiayai.

Baca juga:  Kastanisasi Kelompok Ilmu

Obligasi Sosial dan efek berwawasan ESG lain juga memiliki manfaat bagi investor karena keduanya diantisipasi untuk mendatangkan imbal hasil dan keuntungan yang lebih tinggi dan kompetitif dalam jangka panjang. Imbal hasil dan keuntungan ini dipengaruhi oleh perusahaan atau emiten yang terdorong untuk melakukan kegiatan usaha secara efisien dan berkelanjutan. Lebih lanjut, Obligasi Sosial juga dapat membantu investor melakukan diversifikasi portfolio investasi dengan mengintegrasikan efek berwawasan sosial.

Sampai dengan November 2023, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), badan usaha milik negara yang bergerak di sektor perumahan, telah mengumumkan keikutsertaannya dalam penerbitan Obligasi Sosial. Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo, menginformasikan bahwa SMF akan menerbitkan Obligasi Sosial senilai IDR 800 triliun (USD 530 juta), dan dana hasil penerbitan obligasi tersebut akan dimanfaatkan untuk mendukung dan membiayai program perumahan bersubsidi oleh pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Penerbitan Obligasi Sosial oleh SMF menjadi salah satu bukti akan potensi dan masa depan yang menjanjikan dari Obligasi Sosial dan investasi berkelanjutan di Indonesia.

Penulis, Konsultan Hukum pada Salah Satu Firma Hukum Afiliasi Jepang di Indonesia. Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *