Oleh Sahadewa
Kenegaraan tidak mungkin dikendalikan dengan jalan serampangan. Ini sebagai bentuk nyata untuk menentukan bagaimana sebenarnya negara itu dikendalikan sehingga tidak lepas kendali alias serampangan.
Ini menunjuk kepada keadaan negara saat ini yang patut dipikirkan untuk masa depannya mengingat adanya kejadian yang secara hukum tampak normal-normal saja namun sesungguhnya secara lebih mendasar sudah melewati ranah kepatutan sebagaimana yang terjadi dalam kasus di MK.
Kelihatannya masyarakat sebetulnya sudah mengerti sepenuhnya ada sesuatu di MK, akan tetapi ada semacam kebingungan tersendiri sebaiknya adanya tindakan yang dinilai tidak patut tersebut lalu diselesaikan seperti apa? Tulisan ini tidak bermaksud untuk mencampuri ranah hukum akan tetapi memasuki ranah filsafat tata kenegaraan.
Oleh karena itu, penulis mengusulkan bahwa pertama bagaimana sistem kenegaraan terlepas dari kepentingan keluarga dan kedua, bagaimana kenegaraan tertata dalam bentuknya yang ideal. Memang, ideal dalam konteks ini tidak dimaksudkan sebagai paling sempurna melainkan bagaimana para pejabat termasuk dalam hal ini presiden tidak terakumulasi dalam campur tangan namun tidak terlihat sebagai campur tangan begitu pula dengan berbagai pejabat lainnya.
Ini menandakan bahwa tulisan ini hendak mengajak publik pembaca untuk menekuni kenegaraan dalam pengertian yang benar-benar murni untuk kepentingan kerakyatan yang tidak ditutupi oleh kepentingan pribadi maupun keluarga bahkan golongan yang memanfaatkan keadaan guna tujuan pribadi maupun golongannya semata bukan untuk kemuliaan politik kenegaraan yang mengutamakan keluhuran rakyat.
Kenyataan adanya rakyat sebagai cermin adanya negara yang terlepas dari kepentingan pribadi dan golongannya itu apalagi kepentingan keluarga dan ini sebenarnya sebagai tahap permulaan dalam mengukur kualitas kepemimpinan yang tidak semata-mata mengamankan kekuasaan melainkan dicurigai melangggengkan kekuasaan semata. Keadaan menjadi berubah ketika kehidupan kenegaraan kemudian menjelma sebagai penyelamat bangsa bukan untuk dijadikan sebagai pencari selamat atas nama kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan nasional.
Untuk itu, diperlukan bentuk tata kenegaraan yang mencerminkan kepentingan yang berpihak kepada rakyat secara menyeluruh bukan mengarah kepada satu ataupun dua orang tertentu misalnya. Adapun jalan keluarnya adalah pertama, kenyataan filsafat tata negara tidak memadai untuk menemukan jalan keluar yang memberikan pencerahan kepada rakyat sehingga diperlukan tatanan baru.
Kedua, tatanan baru itu antara lain yaitu berkaitan langsung kepada pemenuhan kriteria kebenaran dalam bernegara. Ketiga, menunjukkan bahwa kriteria bernegara tersebut merelakan secara tulus untuk kebahagiaan rakyat secara menyeluruh. Keempat, menempatkan lembaga negara sebagai pengayom utama dalam menyelenggarakan kenegaraan yang bebas dari kepentingan pribadi dan golongan, dan kelima, menempatkan rakyat sebagai kenyataan berbangsa dan bernegara dalam konstelasi yang murni untuk kebahagiaan rakyat.
Kelima di atas sudah pasti belum sempurna namun pasti ada kebenaran yang dicita-citakan yaitu ketulusan untuk memberikan kebahagiaan ke hadapan rakyat sehingga tidak ada dalih apapun apalagi bentuk-bentuk kelicikan dalam upaya untuk meraih kekuasaan di bidang apapun juga. Ini berarti bahwa politik kenegaraan mesti ditinjau dengan mendasar atas dasar bentuk tata kenegaraan.
Bentuk tata kenegaraan yang dimaksudkan adalah pertama, kenyataan dan fakta agar lembaga kenegaraan yang termanifestasikan dalam bentuk lembaga negara harus mampu menunjukkan adanya kejujuran. Kejujuran itu dijadikan sebagai dasar dalam membela kepentingan rakyat dan kedua, kenyataan dan fakta adanya sebuah kasus yang menciderai kenegaraan yang penting artinya bagi keberlangsungan hidup bangsa dan negara harus ditinjau ulang dengan dasar kemaslahatan rakyat.
Dengan ini maka dapat disimpulkan jika pertama, bentuk tata kenegaraan dijadikan sebagai alasan untuk menyempurnakan lebih dalam tata pemerintahan dan kedua merupakan keharusan yang mesti dijalankan oleh seluruh wakil rakyat dalam turut memberikan kesepakatan bersama bahwa memang terjadi persoalan. Ketatanegaraan mestinya mengkuti alur yang substansial dan esensial mengingat rentan untuk dimanipulasi secara politik kekuasaan sehingga untuk itu dalam tulisan ini diusulkan bentuk tata kenegaraan sebagai berikut yaitu pertama, kenegaraan yang tertata dalam bentuk kenegaraan yang nyata ada.
Artinya negara itu ada karena nyata untuk kenegaraan yang mencerminkan kekeluargaan untuk seluruh rakyat. Ini juga berarti bahwa negara tidak bawah membawahi rakyat dengan pembodohan manipulasi hukum melainkan pencerdasan rakyat dengan mengajak rakyat turut serta berpartisipasi aktif terhadap negara. Partisipasi aktif bukan pada saat negara lagi genting saja melainkan saat negara lagi tidak genting keadaannya. Ini juga berarti bahwa rakyat diberdayakan kedewasaannya untuk mampu menjadi peserta atas penyelenggaraan bentuk tata kenegaraan.
Penulis, Dosen Fakultas Filsafat UGM