Ilustrasi. (BP/dok)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pilkada serentak 2018 akan menghadapi tiga musuh besar yang apabila tidak ditangani akan menurunkan kualitas pilkada.

“Dari 171 daerah yang menyelenggarakan pilkada di tahun 2018, saat ini sedang menyiapkan kampanye. Dalam kampanye itu akan ada musuh besar. Ada tiga musuh besar pilkada yaitu politik uang, politisasi SARA dan merebaknya hoax,” kata  anggota KPU RI Wahyu Setiawan dalam diskusi  dengan tema ‘Pilkada Serentak dan Pemilu; Pemilih Berdaulat Negara Kuat’ di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (23/2).

Wahyu mengatakan musuh besar tersebut sebenarnya masalah yang sudah terjadi pada pilkada sebelumnya. “Politik uang sudah menjadi penyakit politisi ketika musim kampanye tiba. Para pemilih termakan janji setelah politik uang beraksi,” kata Wahyu menyebut politik uang yang disebutnya sudah menjadi penyakit tahunan pilkada.

Begitu juga isu suku, agama, ras (SARA) yang dalam kampanye politik, akhir-akhir ini sangat mengganggu kualitas pilkada. Dia mencontoh, kasus isu SARA dalam Pilkada DKI Jakarta menjadi contoh konkrit bagaimana isu sara dipolitisir untuk kemenangan politik.

Baca juga:  Sempat Disanksi Demosi, Lima Oknum Polisi Calo Bintara Akhirnya Dipecat

Sementara itu, merebaknya hoax atau kabar bohong yang tidak berdasar fakta juga turut andil menurunkan kualitas pilkada. Bahkan konflik di masyarakat akibat kampanye politik kerap bermula dari hoax tersebut. “Untuk itu, pendidikan politik pemilih jadi keniscayaan untuk terus diberdayakan. Namun, KPU dan KPUD saat sedang kewalahan menghadapi persiapan Pilkada, lantaran saat bersamaan akan ada  persiapan Pilpres 2019. Ditambah lagi, di beberapa KPUD sedang memasuki masa transisi,” kata Wahyu.

Pembicara lainnya, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengingatkan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pesta demokrasi baik pesta demokrasi di tingkat daerah yaitu pilkada dan pemilu di tingkat nasionaol yaitu kualitas pemilu, partai politik, dan partisipasi politik pemilih.

Menurutnya, kualitas pemilu dan pilkada itu dimulai dari pemutakhiran data pemilih yang akurat atau daftar pemilih tetap (DPT). Lalu selanjutnya proses. “Biasanya akan ada kampanye negatif bernuansa SARA, money politic, penyebaran hoax, dan sebagainya. Proses perhitungan suara juga harus dikawal,” kata Agus.

Baca juga:  Pengetatan PPLN, Indonesia Hanya Buka 6 Pintu Masuk Internasional dan Wajib PeduliLindungi

Sedangkan dari sisi pemilih, dia menegaskan rakyat atau pemilih adalah pemegang kedaulatan. Secara teoritik katanya, pemilu merupakan sarana legitimasi politik yang selanjutnya terjadi sirkulasi kekuasaan berdasarkan representasi politik. “Rakyat harus diajak melihat para wakilnya yang ada di eksekutif maupun legislatif. Tanpa keikutsertaan rakyat yang berdaulat, Pemilu dan Pilkada hanya rutinitas, prosedural demokrasi tanpa kualitas,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengakui masa kampanye pilkada sudah tiba. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu harus dapat mengantisipasi potensi pelanggaran yang akan terjadi. “Masa kampanye sudah dilakukan, hanya untuk yang bersifat sosialisasi pilkada seperti pemasangan bendera dan pemasangan nomor partai dibolehkan. Tapi untuk visi dan misi tidak dibolehkan,” kata Rahmat.

Dia mengatakan tiga masalah besar pilkada itu sudah terjadi. Misalnya di Jawa Barat, Bawaslu menemukan berita tentang kampanye hitam terhadap calon tertentu. Begitu juga adanya laporan politik uang yang diterima Bawaslu. “Ada masalah politik uang. Ada laporan kepada kepala desa yang dijanjikan uang. Kepala desa itu dilaporkan oleh RT dan RW nya. Harus diakui politik uang paling sulit dibuktikan,” katanya.

Baca juga:  Usai Deklarasikan Usung Ganjar, Elektabilitas PDI Perjuangan Naik

Oleh karena itu, dia meminta agar semua pihak tidak langsung menyalahkan Bawaslu yang seringkali dituduh lambat menangani laporan. “Sebab, kita tidak mau mengekpos laporan yang sedang diselidiki Bawaslu. Kalau nanti, kita sampaikan progresnya, keburu dihentikan oleh pelakunya. Sehingga kami tidak memiliki bukti,” katanya.

Soal hoax, Rahmat mengatakan hingga saat ini Bawaslu masih menyelidiki para penyebar berita bohong. “Bawaslu masih mencari beberapa akun media  yang seringkali muncul melalui akun-akun bayangan. Kami masih pantau akun-akun yang bermasalah. Karena kampanye hitam itu biasa sekarang in disebar melalui media sosial,” ujarnya. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *