Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) saat berada di KEKK Sanur, Selasa (30/1). (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pariwisata Indonesia memiliki sumbangan yang kecil terhadap pendapatan domestik bruto (PDB), hanya 3 persen. Dibandingkan dengan negara lain, seperti Thailand dan Dubai, persentase tersebut masih kecil.

Untuk itu, Menteri BUMN Erick Thohir menilai perlu dibangun ekosistem pariwisata yang saling mendukung sehingga kontribusinya semakin besar terhadap PDB. Erick yang ditemui di sela-sela peresmian Bali Beach Convention dan Groundbreaking Alster Lake Clinic, Selasa (30/1) memaparkan kontribusi pariwisata Indonesia mencapai Rp721 triliun atau 3 persen dari PDB. Ini, masih jauh dibandingkan dengan beberapa negara, seperti Thailand yang sudah mencapai 15%, Dubai (UEA) lebih dari 9 persen.

Ia percaya pariwisata Indonesia bisa tumbuh lebih bagus lagi. Di 2030, pariwisata Indonesia ditargetkan menyumbang 6 persen terhadap PDB. Maka dari itu ia terus mengkonsolidasi In Journey menjadi solusi pembangunan ekosistem pariwisata Indonesia.

Baca juga:  DLHK Tutup TPA Liar di Kampial dan Kutuh

“Kita sudah maping beberapa aset, kita sudah belajar dari founder sebelumnya saat membangun Nusa Dua 1980-an, Mandalika menjadi sport and entertainment destination di bawah kawasan wisata, membangun Labuan Bajo sebagai premium destination tapi yang menyesuaikan dengan alam jadi bukan membangun mega infrastruktur,” ungkapnya

Menurutnya, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur merupakan salah satu contoh membangun ekosistem pariwisata, terutama pariwisata kesehatan. Sebab, tidak hanya menyiapkan fasilitas kesehatan tapi juga fasilitas menginap, wisata, dan pendukung lainnya. Hingga saat ini total investasi yang masuk untuk membangun kawasan The Sanur sudah mencapai Rp10 triliun dan investasi dari BUMN sendiri Rp1,3 triliun.

The Sanur juga digadang-gadang akan membuka lapangan pekerjaan sampai 43 ribu dan transfer knowledge dari ahli kesehatan dunia untuk SDM kesehatan di Indonesia. Hal itu karena adanya RS Internasional yang hadir di Sanur, di antaranya dari German yaitu Alster Clinic; Mayo Clinic, RS dari Korea, RS dari Turki.

Baca juga:  Triwulan III, Utang Luar Negeri Tumbuh 3,7 Persen

“Dan inilah yang terus kita bangun, sebuah ekosistem yang berkelanjutan dan saya yakin Bali tetap menjadi super hub untuk pariwisata kita. Tapi mesti ada re-investasi kembali, tidak bisa kita mau bersaing dengan negara lain, dengan banyak negara lain, tanpa ada investasi baru,” tandasnya.

Direktur Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia (InJourney) Dony Oskaria mengatakan pihaknya memilih investor yang memiliki layanan yang dibutuhkan orang Indonesia. Pada September 2024, ia berharap dapat mengoperasikan keseluruhan dari kawasan ini.

Meski saat ini investasi yang masuk Rp10 triliun, menurutnya akan terus berkembang karena ada beberapa penambahan dari beberapa investor yang datang, terutama di retire home dan geriatric clinic. “Ini kurang lebih Rp2,5 T dan kita harapkan nanti semakin banyak orang-orang yang retire (pensiun, red) di Sanur, tentu ini akan menambah devisa buat kita semua,” ujarnya.

Baca juga:  Ada Guna Museum Rayakan HUT ke-15, Menginspirasi Ketahanan Ekonomi Warga Pakudui

Target market selain tujuannya menahan orang Indonesia berobat ke luar negeri, menahan devisa keluar, The Sanur akan menjadi satu kesatuan kompleks di Bali yang juga menargetkan orang asing yang berobat kesana.

“Oleh karena itu partner yang mengisi slot di The Sanur, semuanya nomor satu di dunia, baik itu di bidang estetik, kita mengkurasi 6 RS terbaik di Korea, transplantasi dari Turki karena ini adalah layanan yang banyak digemari rakyat Indonesia, onkologi, kardiologi, gastro, neurologi, juga bekerja sama dengan seluruh RS terbaik di dunia. Kita berharap pembangunan kompleks Sanur ini betul betul menjadi satu kebanggaan sebagai tempat tujuan kesehatan kelas dunia,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN