I Kadek Darsika Aryanta. (BP/Istimewa)

Oleh I Kadek Darsika Aryanta

Sejenak saya tertegun membaca quote dari Amish Tripathi seorang penulis terkenal dari India yang menyatakan bahwa, “Guru sejati mengajarkan bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan dan inspirasi”. Sontak saya merefleksi kembali diri saya sebagai seorang guru apakah tindakan dan pikiran saya sudah dapat menginspirasi siswa saya atau malah sebaliknya.

Menyandang status sebagai guru dalam kehidupan bermasyarakat sekarang ini merupakan tantangan tersendiri. Profesi guru yang ada melekat tidak hanya di sekolah saja melainkan juga di Masyarakat dan keseharian guru itu sendiri. Selayaknya guru yang memiliki arti harafiahnya adalah berat maka tugas dan tanggung jawabnya pun juga sangat berat.

Seorang guru tidak hanya menyampaikan materi di kelas dengan kata-katanya namun juga segala tindak tanduknya di sekolah dan masyarakat juga dipantau dan diperhatikan oleh Masyarakat. Sehubungan dengan hal terbut model kompetensi guru yaitu pedagogic, social, kepribadian dan professional dijawantahkan kemakna yang lebih luas jika menilik pada perdirjen GTK Nomor 2626/B/HK.04.01/2023 tentang model kompetensi guru.

Model kompetensi yang baru ini, dibuat untuk menyeimbangkan 4 kompetensi guru secara simultan dan terarah. Selama ini yang terjadi adalah guru lebih disoroti pada kompetensi pedagogic dan professional saja.

Baca juga:  Muda dan Matang, Bukan Sekadar Pamer Kekuatan Politik

Pelatihan-pelatihan guru yang selama ini dilakukan semata-mata hanya menunjang 2 kompetensi tersebut. Untuk mendukung dan juga menyelaraskan kompetensi social dan dan kepribadian guru kedepanya maka perlu juga untuk dioproyeksikan profil guru masa depan yang sejalan dengan 4 kompetensi guru tersebut.

Profil guru masa depan ini tentunya sangat relevan dengan profil pendidikan dan profil siswa Indonesia pada masa mendatang. Profil guru Pancasila yang relevan dengan profil pelajar Pancasila dominan memiliki karakter Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa serta berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong atau kolaboratif, dan berkebhinekaan global.

Selama ini siswa dituntut untuk memiliki dan dilatih agar profil pelajar Pancasila mereka bisa berkembang dengan baik di sekolah. Guru Indonesia yang berakhlak mulia adalah guru yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, dan makhluk lainnya.

Guru tersebut memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Kepribadian guru ini indentik dengan religiusitas guru dari 360 derajat. Guru Indonesia merupakan guru yang mandiri, tidak bergantung kepada orang lain, berdiri di atas kaki sendiri, dan
dapat mengatur dirinya sendiri dalam bekerja dengan penuh tanggung jawab.

Baca juga:  Ekonomi Hijau dan Kebakaran Hutan

Tidak hanya itu, guru juga mandiri dalam mengatasi tantangan yang muncul di kesehariannya. Suatu hari, proyek penelitian besar diumumkan dan setiap guru
diminta untuk terlibat. Guru tidak ragu untuk memimpin timnya sendiri, melakukan riset mendalam, dan mengatur pertemuan reguler dengan anggota timnya. Keberhasilan proyek tersebut menjadi bukti bahwa sikap mandiri guru memberikan dampak positif tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi seluruh tim dan sekolah.

Guru Indonesia yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses informasi, baik kualitatif maupun kuantitatif untuk memecahkan masalah, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan
menyimpulkannya. Kemampuan bernalar kritis dari seorang guru dapat tercermin dari sikap guru ketika diberi tugas untuk menyusun kurikulum tambahan di bidang ilmu pengetahuan alam, guru tidak hanya mengandalkan buku pelajaran umum.

Tetapi bisa mencari informasi terkini, menelusuri penelitian ilmiah, dan berdiskusi dengan para ahli di bidangnya. Guru Indonesia yang kreatif mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Guru yang mampu memberikan pembelajaran yang inovatif bagi peserta didik. Guru Indonesia yang kolaboratif memiliki kemampuan dalam bekerja secara gotong royong atau bersama-sama dengan sukarela agar kegiatan yang
dilakukannya dapat berjalan secara lancar, mudah, dan ringan.

Baca juga:  Nomaden Digital dan Industri Pariwisata

Guru Indonesia selalu mempertahankan garis-garis budaya luhur bangsa, lokalitas, dan identitasnya sebagai jati diri bangsa, namun tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan bangsa lain sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidak bertentangan
dengan budaya luhur bangsa. Seperti yang sudah dijelaskan sejak awal tadi bahwa, tugas seorang guru adalah maha berat.

Guru tak hanya menanggung beban mental dan fisik dari sorotan kepribadian dan kompetensi social yang dia tanggung tetapi juga beban kesejahteraan guru sekarang ini menjadi tanggungan yang tidak ringan untuk dipikul oleh seorang guru.

Penulis, Guru Fisika SMAN Bali Mandara, Fasilitator Sekolah Penggerak Kemendikbud

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *