Salah seorang konsumen sedang berbelanja di swalayan, Denpasar. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah akan menaikkan PPN menjadi 12 persen di 2025. Kebijakan ini akan berdampak luas, tak hanya konsumen tapi juga pengusaha.

Direktur Yayasan Layanan Pengaduan Konsumen (YLPK) Bali, Putu Armaya, Senin (18/3) mengatakan, belakangan konsumen selalu mendapatkan “pil pahit” terhadap kenaikan harga-harga barang dan bahan pangan yang meningkat. Belum lagi kelangkaan yang mesti dihadapi konsumen terhadap bahan pangan utama seperti minyak, beras, gula.

Ditambah lagi dengan rencana kenaikan PPN 12% yang diberlakukan paling lambat Januari 2025. “Jika ini diterapkan tentu saja berdampak pada masyarakat,” ujarnya.

Baca juga:  Pedulilindungi Jadi Syarat Beli Migor Curah, Konsumen Ngaku Ribet

Selain itu, kenaikan PPN 12% akan membebani pengusaha. Harga produk yang dijual juga akan naik. “Jadi pasti akan ada kenaikan harga dan ini pasti akan berdampak kepada masyarakat,” ujarnya.

Kenaikan PPN juga akan berdampak pada perubahan minat konsumen dan daya beli konsumen. Sektor-sektor usaha akomodasi, makan, dan minum yang belum 100 persen pulih diprediksi akan terdampak.

Ia menilai hal ini harus diantisipasi oleh pemerintah karena akan berdampak secara multiplier sehingga peran pemerintah untuk menggerakkan ekonomi akan lebih sulit lagi.

Menurut Ketua HIPMI Bali Agus Pande Widura, kenaikan pajak 12% ini merupakan yang tertinggi di Asia sehingga akan menurunkan daya saing usaha di Indonesia, terutama Bali yang merupakan daerah pariwisata. Kenaikan ini tentu akan menurunkan daya saing pariwisata Bali yang cukup banyak pesaingnya.

Baca juga:  Kunker dengan Panglima TNI, Ini Kata Kapolri Soal Isoter COVID-19 di Bali

Kenaikan ini tentu dapat mempengaruhi harga jual. Harga barang akan lebih tinggi lagi sehingga dinilainya, kebijakan ini belum tepat, terutama buat Bali yang baru saja recovery.

Dalam hal pariwisata, Bali masih kalah dengan Thailand terkait harga jual paket destinasi. Kondisi ini akan memberikan pukulan kembali untuk perekonomian. “Dengan kenaikan harga, pastinya menurunkan daya saing Bali terhadap destinasi lainnya,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 yang merupakan amanat dari UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada bab IV UU HPP mengatur khusus mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Baca juga:  Indonesia Disarankan Jadi Pelaku Industri Ibadah Haji

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10% diubah menjadi 11% mulai berlaku 1 April 2022. Lalu kembali dinaikkan menjadi sebesar 12% paling lambat pada 1 Januari 2025. (Citta Maya/balipost)

 

BAGIKAN