John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Seolah belum cukup berita kasus bunuh diri di kalangan pelajar dan mahasiswa yang ditengarai meningkat di 2023, publik kembali dikejutkan oleh berita kasus bunuh diri yang lebih menyeramkan. Kali ini tindakan bunuh diri itu dilakukan secara bersama-sama oleh sebuah keluarga, yang terdiri dan ayah EA (51), ibu AIL (52) dan dua orang anak, masing-masing JIL (15) dan JW (13) dengan cara melompat dari rooftop lantai 21 apartemen Teluk Intan Penjaringan Jakarta Utara pada Sabtu (9/3/2024). Fenomena semacam ini dikenal sebagai familicide, yakni seorang anggota keluarga berinisiatif membunuh diri dan seluruh anggota keluarganya.

Sebenarnya kasus familicide bukan hal baru. Di Desa Saptorenggo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, juga pernah terjadi kasus serupa. Pada Selasa (12/12/2023) warga menemukan satu keluarga yang terdiri dari suami berinisiasl WE (43), istri berinisial S (40) dan anak perempuan berinisia AR (12) meninggal dunia. Mereka diduga melakukan tindakan bunuh diri secara bersama-sama. Apa kiranya penyebab familicide itu? Faktor-faktor apakah yang mendorong seluruh anggota keluarga melakukan tindakan nekat itu dan adakah cara untuk mencegahnya?

Baca juga:  Hukum dan Posisi Perempuan Bali

Faktor Penyumbang

Menurut Centre Research & Education Against Women and Children (2023) familicide  merupakan bentuk kekerasan domestik, di mana seorang anggota keluarga terlebih dahulu berencana untuk membunuh istri dan anak-anaknya dan dirinya sendiri. Meskipun penyebab bunuh diri jenis bersifat kompleks dan multifaset, lima penjelasan berikut dapat menerangkan sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap homicide itu.

Pertama, salah satu alasan utama terhadap bunuh diri keluarga adalah masalah gangguan mental. Banyak orang yang terlibat dalam familicide  memiliki riwayat persoalan kesehatan mental, seperti depresi, kekhawatiran berlebihan, bipolar, dan gejala gangguan mental lain. Gangguan kejiwaan (psikosis) tersebut dapat melumpuhkan kemampuan orang untuk menilai, membuat keputusan, dan menata emosinya, sehingga mengarah kepada perilaku kejam dan kecenderungan melukai diri sendiri dan orang lain. Kedua, masalah relasi. Masalah hubungan juga merupakan faktor penting dalam kehidupan keluarga. Konflik antar pasangan termasuk perselingkuhan, sering diakibatkan karena tersumbatnya saluran komunikasi. Jika dibiarkan berlarut, lingkungan keluarga menjadi toksik dan tidak lagi menjadi tempat yang kondusif untuk hidup.

Ketiga, kekerasan dalam rumah tangga. KDRT merupakan faktor terkuat sebagai alasan untuk familicide. Dalam banyak kasus, pelaku kejahatan memiliki riwayat kekerasan terhadap pasangan mereka dan mungkin melihat pembunuhan sebagai cara untuk mengendalikan atau menguasai. Keempat, tekanan keuangan. Tekanan keuangan dapat berkontribusi terhadap familicide. Pelaku kejahatan dalam hal ini kepala keluarga sebagai pengambil keputusan, mungkin kewalahan dengan tekanan keuangan, misalnya karena dikejar-kejar debt collector atau karena pengangguran dan memilih tindakan bunuh diri dan anggota keluarga untuk membebaskan diri dan semua anggota keluarganya dari beban tersebut.

Baca juga:  Mahasiswa Asal Turki Terlibat Kasus Narkoba

Jalan Keluar

Dengan merumuskan faktor-faktor penyebab terjadinya familicide, penulis merumuskan dari berbagai sumber, solusi terhadap persoalan yang menjadi faktor penyebab familicide. Pertama, persoalan mental. Di Indonesia persoalan seperti stres, depresi, bipolar, atau gangguan mental lain, umumnya tidak ditangani dengan baik. Sakit mental dianggap kutukan atau aib keluarga.

Kedua masalah relasi. Kata keluarga berasal dari bahasa sansekerta, “kelu dan warga”. Kelu yang artinya mengabdi, warga yang artinya warga. Jadi, keluarga artinya warga yang berkumpul untuk saling mengabdi. Relasi keluarga yang baik, mengandaikan bahwa, di dalam keluarga, para anggotanya merasa nyaman bisa mengungkapkan rasa kepedulian, kasih sayang, dan berbagi beban tanggung jawab.

Baca juga:  Meritokrasi dan Kelangkaan Pengawas Sekolah

Ketiga, masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Menurut badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organisation), KDRT atau domestic violence, merupakan penyebab utama meningkatnya depresi di dalam keluarga. Pemicu KDRT beragam, mulai dari hal-hal sepele seperti selera makan hingga perselingkuhan. Keempat, masalah ekonomi atau tekanan keuangan. Ini adalah persoalan klasik yang dianggap sebagai pangkal mula bagi rangkaian persoalan lain. Ditengarai bahwa, tekanan keuangan menjadi alasan kasus bunuh diri di apartemen Teluk Intan Penjaringan Jakarta Utara. Ada saksi yang mengatakan bahwa, dulu keluarga itu hidup mapan, mereka tinggal di apartemen itu, dan memiliki mobil fortuner. Keluarga itu mulai terlihat kesulitan, ketika sang suami di-PHK waktu pandemi.

Setiap keluarga memiliki persoalan sendiri, termasuk beban keuangan, tetapi kalau mereka pernah tinggal di sebuah apartemen, itu artinya mereka masih memiliki harapan untuk pulih. Dari kamera CCTV terlihat, seluruh aggota keluarga itu sehat dan kompak. Sayang sekali, mereka memilih pergi dengan melakukan bunuh diri bersama dan membiarkan publik bertanya-tanya.

Penulis adalah Pendidik, Pengasuh Rumah Belajar dan Pemerhati Masalah Sosial

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *