Tata ruang di salah satu sudut Kota Denpasar yang terlihat padat dengan bangunan. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kantor Pertanahan Kota Denpasar mengidentifikasi ada sekitar tiga ratusan bidang tanah di Kota Denpasar yang masuk dalam kategori konflik atau terbengkalai. Sedangkan jumlah lahan di Kota Denpasar ada sekitar dua ratus ribuan bidang. Dilihat dari total jumlah yang ada, tanah terbengkalai tergolong minim.

Kepala Kantor Pertanahan Kota Denpasar, Y C Fajar Nugroho Adi usai kegiatan Gerakan Sinergi Reforma Agraria di Pulau Serangan, Senin (22/4) menerangkan tanah berkonflik atau terlantar di Kota Denpasar jumlahnya kecil. Tapi, karena subyek-subyeknya itu besar atau di kawasan yang strategis, jadi terlihat besar.

Baca juga:  Penuhi Kebutuhan Talenta Digital, Kominfo Gelar Kelas BETA Intensif

“Tetapi dari segi ini (lahan terbengkalai dari persentasenya, red) sangat kecil. Kalau kami mengindentifikasi itu sekitar tiga ratusan dari dua ratus ribuan bidang,” terang Fajar.

Lebih lanjut dijelaskan, untuk penataan akses lahan/tanah di Kota Denpasar telah lengkap, yang berarti dari segi legalisasi aset sudah selesai. Ke depannya, yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah penguatan akses, agar aset-aset yang dimiliki masyarakat bisa mempermudah atau menjadi kolateral untuk mendukung usahanya.

Baca juga:  Risiko Osteoporosis Mengancam, Masyarakat Diajak Aktif Bergerak

Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkim) Kota Denpasar, I Gede Cipta Sudewa Atmaja mengatakan tanah-tanah yang berkonflik di Kota Denpasar didominasi oleh aset milik pribadi atau swasta yang tidak dimanfaatkan dan menjadi terlantar. Sedangkan konflik pada lahan milik pemerintah tidak ada di Kota Denpasar.

“Kalau untuk tanah-tanah pemerintah, provinsi, kota, kabupaten itu tidak ada konflik, cuma pembagian pemanfaatan aset saja,” jelas Kadis Perkim Denpasar.

Cipta Sudewa menambahkan bahwa pihaknya tetap mengupayakan agar tidak ada tanah-tanah yang terlantar di atas tanah yang sudah bersertifikat. Terlebih untuk tata kelola aset dan akses sehingga tanah memiliki nilai ekonomi. (Eka Adhiyasa/balipost)

Baca juga:  Jelang Nataru, Pecalang Dilatih Pengaturan Lalin
BAGIKAN