DENPASAR, BALIPOST.com – Empat belas tahun lalu, moratorium pembangunan fasilitas pariwisata di Bali pernah terlontar. Ironisnya, bukan terealisasi, justru pembangunan semakin masif merambah hingga ke pelosok. Menjadikan Bali sebagai Daerah Otonomi khusus Pariwisata dinilai dapat memastikan moratorium terwujud.
Moratorium fasilitas kepariwisataan di Bali sebetulnya telah diwacanakan sejak 14 tahun lalu di era Gubernur Made Mangku Pastika. Pada tahun 2010, Made Mangku Pastika menyatakan akan merespons secara serius rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
Sekretaris DPD Prajaniti Provinsi Bali, I Made Dwija Suastana, yang juga praktisi pariwisata menyatakan sebaiknya 9 orang DPR RI Dapil Bali terpilih, 4 orang DPD RI Dapil Bali terpilih untuk duduk bersama jajaran pemerintah Provinsi Bali memohon kepada pemerintah pusat mengeluarkan peraturan tentang moratorium, dan ini sangat urgen. Peraturan ini baiknya di teken lintas kementerian mulai dari Kemenparekraf, ATR BPN, Kemenko Marves serta instansi lain yang terkait.
Moratorium ini berjangka waktu setidaknya maksimal 10 tahun. Dalam jangka waktu ini, stakeholder pariwisata Bali dapat melakukan langkah-langkah peremajaan fasilitas dan mempersiapkan quality tourism dalam blue print yang terukur.
Jika moratorium pembangunan fasilitas pariwisata di Bali terwujud, menurut Dwija, perlu juga ada pengecualiannya. Terutama di bidang kepariwisataan maritim mengingat Bali memiliki potensi yang besar disinggahi kapal-kapal pesiar, serta desa-desa wisata di Bali yang mengusung pariwisata budaya.
Selain itu, diperlukan payung hukum yang kuat guna mewujudkan pembangunan pariwisata Bali yang berkelanjutan. Dwija Suastana mengusulkan agar Bali menjadi Daerah otonomi khusus pariwisata. Posisi Bali dalam kebijakan soal pariwisata akan menjadi semakin kuat.
“Kalau sebelumnya ada usulan dibentuk otoritas khusus pariwisata Bali, sebagai payung dari usulan ini saya usulkan jadikan Bali sebagai Daerah Otonomi khusus Pariwisata Budaya. Karena karakter pariwisata Bali selama ini adalah budaya dan adat istiadatnya. Sehingga kalau Bali menjadi daerah otonomi khusus pariwisata budaya, maka peluang Bali untuk hidup dari pariwisata, serta mendapatkan bagi hasil dari pendapatan PT Angkasa Pura di Bandara Ngurah Rai dapat dikelola Bali untuk pariwisata budaya yang berkelanjutan,” tandasnya. (Ketut Winata/balipost)