Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A
Kecerdasan naturalis adalah salah satu kecerdasan majemuk yang dimiliki manusia. Konsep kecerdasan majemuk (multiple intelligence) pertama kali diperkenalkan oleh Gardner seorang ahli psikologi Amerika Serikat tahun 1983.
Kecerdasan naturalis berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk memahami lingkungan sekitar. Orang yang memiliki kecerdasan naturalis, senang berada dan menikmati lingkungan alam, dan memiliki kepekaan
terhadap berbagai masalah lingkungan.
Berdasarkan fakta tersebut, cukup beralasan bahwa para siswa perlu diajak ke luar sekolah untuk mempelajari lingkungan sekitar sehingga mereka mampu mengembangkan kecerdasan naturalis. Adapun hal-hal yang didapatkan dari belajar di luar sekolah antara lain mereka dapat langsung mengobservasi tempat-tempat yang menjadi objek belajar, sehingga pembelajaran lebih kontekstual, autentik, dan bermakna.
Ada berbagai jenis kegiatan luar sekolah yang biasanya dilakukan siswa, dua diantaranya yang populer adalah tamasya dan karyawisata (study tour). Kedua jenis kegiatan ini tentu berbeda. Tamasya lebih kepada kegiatan menikmati
lingkungan alam dan siswa bersenang-senang di tempat-tempat yang dikunjungi. Dengan kata lain, tamasya lebih memfokuskan pada kegiatan rekreasi atau hiburan, sehingga mereka tidak perlu memikirkan pembuatan laporan setelah
kegiatan.
Biasanya kegiatan tamasya tersebut digabungkan dengan kegiatan perpisahan, terutama untuk yang baru lulus ujian dan akan meninggalkan bangku sekolahnya. Berbeda dengan tamasya, karyawisata (study tour) lebih menekankan pada kombinasi berkarya dan berwisata. Para siswa ke luar sekolah mempelajari lingkungan sekitar yaitu tempat-tempat tujuan wisata, seperti tempat bersejarah, kebun binatang dan kebun raya untuk belajar flora dan fauna, serta tempat-tempat lainnya.
Mereka akan mencatat hal-hal penting yang diobservasi. Mereka akan mendata hal-hal unik atau masalah-masalah yang ditemukan, lalu belajar mencarikan solusi terhadap masalah yang ada. Kemudian informasi dan data-data yang didapatkannya dikemas berupa laporan.
Inilah esensi penting dari karyawisata untuk pengembangan kecerdasan naturalis.
Kedua jenis kegiatan tersebut memiliki manfaat bila direncanakan dan dilakukan dengan baik dan benar. Mereka dapat menikmati kegiatan yang berbeda dan rileks sejenak dari rutinitas belajar yang serius dan terkadang membuat stres.
Manfaat lainnya mereka dapat belajar budaya, adat istiadat, sejarah, dan keunikan
berbagai tempat baru yang dikunjungi sekaligus membuat laporan kegiatan untuk
jenis karyawisata. Di samping itu, mereka juga dapat belajar mengatur diri sendiri, berkomunikasi dengan guru dan teman untuk mempererat persahabatan dan kebersamaan.
Namun, yang sering menjadi masalah pada kegiatan karyawisata (study tour) adalah lebih fokus pada rekreasi daripada studinya, sehingga studinya sering terabaikan. Artinya siswa tidak dibebankan membuat laporan, yang menjadi esensi kegiatan.
Hal-hal penting yang patut menjadi pertimbangan oleh sekolah adalah berbagai tantangan bila kegiatan dilakukan dengan jarak jauh, membutuhkan waktu, dan menginap. Pertama adalah pertimbangan biaya. Untuk kegiatan tamasya atau karyawisata ke luar daerah atau provinsi tentu akan memerlukan dana yang tidak sedikit untuk kebutuhan biaya transportasi, akomodasi, dan makanan selama berkegiatan.
Biasanya biaya dibebankan kepada pihak orangtua. Meski tidak wajib, kebanyakan siswa akan malu jikalau tidak ikut dan segan kepada guru karena sering
kegiatan dikemas dengan acara perpisahan, sehingga mau tidak mau orangtua harus mengeluarkan biaya ekstra untuk putra-putrinya.
Faktor keamananan dan kesehatan menjadi sangat penting selama perjalanan dan kegiatan berlangsung. Yang paling utama adalah keselamatan selama perjalanan dan berkegiatan.
Sekolah hendaknya wajib memastikan dan bertanggung jawab bila memutuskan mengadakan kegiatan ke luar daerah atau provinsi. Orangtua sering dilematis memutuskan mengikutsertakan anak mereka karena mengkhawatirkan
keselamatan di jalan. Ketika musim libur tiba, kesibukan lalu lintas sering bertambah sehingga memungkinakn terjadinya risiko kecelakaan.
Belum lagi dengan kondisi alat transportasi yang tidak layak jalan, namun dipaksakan demi untuk meraup keuntungan. Akibatnya, seperti yang dialami oleh sebuah SMK di Depok, yang menyebabkan 11 orang tewas dan banyak yang terluka parah akibat kecelakaan maut di Subang.
Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha