DENPASAR, BALIPOST.com – Ulah organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan penghadangan dan upaya pembubaran kegiatan People’s Water Forum (PWF), menuai kecaman. Kejadian ini membuat malu Bali karena menimbulkan kesan antidemokrasi. Aktvitis pro demokrasi menyebut Bali sedang mengalami darurat demokrasi.
Penghadangan oleh ormas dilakukan terhadap Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi RI (MKMK), Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum., gagal mengikuti kegiatan diskusi serangkaian PWF, di salah satu hotel di Denpasar, Bali, Selasa (21/5) pagi.
Sebelumnya, Senin (20/5), saat diskusi berlangsung tiba-tiba datang sekelompok massa menghentikan acara dan menurunkan spanduk yang terpasang lalu dibawa pergi. Hingga Rabu (22/5), malam tersebar kabar para peserta PWF yang berada di hotel dibatasi akses keluar masuknya oleh anggota ormas. Sementara jurnalis yang mendapatkan undangan meliput acara juga dihalang-halangi.
Sejumlah aktivis lingkungan sebelum gelaran PWF juga mendapatkan pemantauan dari aparat. Hal tersebut diakui I Nyoman Mardika. “Saya sempat didatangi intel-intel dari Polda dan juga Kodam. Intinya mereka menanyakan tentang kegiatan PWF. Ada permintaan agar kegiatan tidak dilaksanakan,” ujarnya saat diwawancarai dalam Bali Post Talk.
Kegiatan PWF menurut Mardika sempat akan dilakukan di salah satu perguruan tinggi di Denpasar. Pihak kampus sudah sempat menyampaikan persetujuannya.
Namun beberapa hari kemudian, pihak kampus membatalkan tanpa ada alasan yang jelas. Mardika menduga ada tekanan dari unsur diatas perguruan tinggi agar kampus tidak menjadi tuan rumah kegiatan.
Penghadangan dan upaya pembubaran kegiatan People’s Water Forum (PWF) di Denpasar oleh ormas tertentu, mengundang berbagai kecaman. Dewan Pengurus Daerah (DPD) Prajaniti Provinsi Bali sangat menyayangkan tindakan barbar memalukan semacam itu.
Kegiatan intelektual dalam rangka pencerdasan dan membangun kesadaran berbangsa sepatutnya mendapatkan jaminan dan ruang bebas, bukan malahan ditekan bahkan diintimidasi sebagaimana yang terjadi. Tindakan memalukan yang dilakukan oleh satu ormas tersebut sangat mencoreng wajah Bali dan Indonesia di mata dunia.
Ketua DPD Prajaniti Provinsi Bali, Wayan Sayoga mengecam tindakan ormas tersebut. Terlebih menurut Wayan Sayoga dalam berbagai klarifikasi di media, Pj. Gubernur Bali menegaskan tidak pernah melarang, menyuruh untuk menggagalkan kegiatan PWF tersebut. “Patut diduga aksi ormas ini by design, dan mereka tidak menduga kegiatan PWF ini juga dihadiri tokoh nasional sekaliber Dewa Palguna, dan ini justru menjadi bumerang bagi mereka,” tandas Wayan Sayoga.
Untuk itu, pihaknya mendesak ormas tersebut untuk melakukan klarifikasi dan minta maaf atas nama kebebasan mengeluarkan pendapat dan demokrasi. Apalagi, indikasinya jelas karena justru dari pihak Pj. Gubernur Bali sendiri membantah melarang kegiatan diskusi PWF ini.
Menurut Wayan Sayoga, Bali sudah berpengalaman melaksanakan berbagai kegiatan internasional dan sah-sah saja, berbagai NGO atau organisasi memanfaatkan momentum untuk menyuarakan aspirasi dan perspektif mereka dalam forum-forum yang konstruktif. Apalagi, World Water Forum (WWF) ke-10 menyuarakan tentang air yang menjadi kebutuhan utama manusia. “Dimana letak kesalahan PWF dalam hal ini?,” tegas Wayan Sayoga balik bertanya.
Meskipun Pihaknya sama sekali tidak terlibat dalam kegiatan PWF, namun sebagai penggiat organisasi dia mengajak semua pihak untuk jernih melihat persoalan penghadangan ini. Justru tindakan para oknum tersebutlah yang merusak demokrasi. (Nyoman Winata/Ketut Winata/balipost)