JAKARTA, BALIPOST.com – Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan potensi pariwisata di Provinsi Maluku Utara sangat besar. Sebab, didukung oleh kekayaan alam, tingkat kebudayaan dan kesenian yang tinggi.
Hal tersebut terlihat dari hasil survei Badan Pusat Statistik yang menyebutkan bahwa Provinsi Maluku Utara menempati urutan teratas Indeks Kebahagiaan 2017 dengan skor 75,68. “Berarti kalau ada wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke sana mereka akan merasa bahagia. Ini bagus, memang pariwisata di Maluku Utara sangat indah,” kata Menpar Arief Yahya, Selasa (13/3).
Untuk menarik jumlah kunjungan wisman dibutuhkan pengembangan pariwisata berstandar internasional. Namun sayangnya, pengembangan sektor pariwisata berstandar internasional membutuhkan investasi besar dan jangka waktu yang lama.
Menpar mencontohkan, untuk menjadikan suatu daerah sebagai destinasi kelas dunia, salah satunya wajib memiliki bandara internasional, yang tentunya pembangunannya cukup mahal dan bertahun-tahun.
Morotai Maluku Utara merupakan salah satu dari 10 Destinasi Pariwisata Prioritas dengan Atraksi utama wisata bahari. Saat ini sedang dibangun berbagai fasilitas pendukung, seperti pengembangan bandara, pengerasan dan pelebaran landasan dari 2.400×30 meter menjadi 2.400×45 meter. Saat ini pada tahap lelang.
Gedung Terminal ditargetkan selesai 31 Maret/April 2018. Nantinya bandara ini akan dijadikan bandara Internasional, Kemenpar memiliki pengalaman dengan Bandara Silangit dan Belitung.
Pengembangan pariwisata di Provinsi Maluku Utara, lanjut Menpar, dapat dilakukan melalui konsep Nomadic Tourism. Artinya, segala sarana pendukung pariwisata dapat dibuat secara temporary.
Menpar Arief Yahya menawarkan untuk membantu membangun fasilitas seaplane untuk aksesibilitas di Maluku Utara, karena pembangunan bandara membutuhkan waktu lama. “Nomadic Tourism, adalah bentuk akomodasi sementara seperti Glam Camp, Home Pod, karena membangun hotel akan sangat lama. Nomadic Tourism dan seaplane jika dikombinasikan maka akan sempurna,” ujarnya.
Menpar mendorong Kadispar Maluku Utara untuk menjalankan program tersebut. Kementerian Pariwisata akan membantu dengan menghubungkan ke para investor.
Sesuai karakternya, yaitu nomadic, fasilitas-fsilitas tersebut juga bisa dipindah-pindah alias tidak permanen. Dengan begitu, nomadic tourism ini sangat cocok dikembangkan di daerah-daerah yang belum tersedia akomodasi seperti perhotelan atau pun homestay.
Menpar pun mendorong industri pariwisata untuk mengembangkan produk wisata nomadic tourism dan memasarkannya.
Sementara itu, PIC Program Nomadic Tourism, Waizly Darwin mengatakan, Nomadic Tourism adalah jawaban Kemenpar untuk mendongkrak jumlah amenitas pariwisata. Sekaligus mengimbangi pertumbuhan kunjungan wisatawan. “Sebab tren amenitas di tingkat global beralih ke amenitas berbasis experience. Bila dulu yang dicari adalah hotel berbintang atau non bintang, kini yang banyak diburu seperti specialty lodging, homestay/guesthouses, atau bumi perkemahan glamping,” ujarnya.
Kini membangun “hotel berbintang” cukup dengan modal investasi sebesar Rp 70 juta per kamar. “Kamar ini bisa didirikan di daerah-daerah yang memiliki tempat wisata. Kamar hotel juga bisa dipindah bila lokasi dianggap kurang prospektif di kemudian hari,” terang Waizly. (Nikson/balipost)