Ilustrasi. (BP/Dokumen Antara)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Dalam ajaran Agama Hindu, kematian akibat ulah pati itu dilarang. Dalam kitab Parasara Dharmasastra yang jadi salah satu rujukan kitab hukum Agama Hindu menyatakan bahwa ketika orang bunuh diri, sang roh berada 60 ribu tahun dalam kegelapan, penuh dengan penderitaan. Hal itu disampaikan oleh Akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja, Dr. I Made Bagus Andi Purnomo, S.Pd., M.Pd saat dikonfirmasi Senin (27/5).

Ia mengaku miris dengan kejadian yang menimpa kakak beradik asal Desa Bontihing, Buleleng. Menurutnya, semua stakeholder harus memberikan atensi serius terhadap kasus bunuh diri yang terjadi di Bali. “Jangan hanya dimaknai sebagai kasus biasa yang bisa berlalu tanpa upaya pencegahan di masyarakat,” katanya.

Baca juga:  Komitmen Tulus Mengawal Budaya

Bahkan Provinsi Bali masuk tiga besar provinsi dengan angka bunuh diri tertinggi di Indonesia pada 2024 ini. Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri, Bali mencatatkan 31 kasus bunuh diri dari 287 total kasus secara nasional. “Data itupun hanya data pada periode 1 Januari sampai 15 Maret 2024, Kemungkinan update sampai Mei bisa bertambah,” ujar dia.

Lebih spesifik mengenai kasus bunuh diri dalam pandangan Hindu, Bagus Purnomo menilai bahwa Hindu memandang tindakan bunuh diri sebagai “ulah pati”, perbuatan yang sangat dilarang dalam agama. Hindu memandang kelahiran menjadi manusia adalah yang paling utama. Untuk mencapai kelahiran sebagai manusia yang memiliki tri pramana (bayu, sabda dan idep), sang jiwa/roh harus menempuh berjuta-juta reinkarnasi/kelahiran kembali.

Baca juga:  Fenomena Bunuh Diri

“Jadi, ulah pati itu secara agama sangatlah terlarang. Garuda Purana menjelaskan bahwa bunuh diri tidak diperbolehkan karena mengganggu alasan seseorang untuk tetap berada di alam duniawi. Selanjutnya, dalam Parasara Dharmasastra yang jadi salah satu rujukan kitab hukum agama Hindu menyatakan bahwa ketika orang bunuh diri, maka sang roh berada 60 ribu tahun dalam kegelapan, penuh dengan penderitaan,” kata dia.

Olah karenanya, pihaknya mengajak untuk umat Hindu di Pulau Dewata dan Nusantara umumnya untuk menguatkan hubungan persaudaraan antara sesama manusia dan menguatkan realisasi praksis ajaran susila dalam kehidupan. “Mari sama-sama menjaga. Bahwa agama bukan hanya masalah ritual/yadnya materi semata, tetapi juga kebaikan sesama manusia. Itulah kebijaksanaan ajaran Hindu,” demikian Bagus Purnomo. (Nyoman Yudha/balipost)

Baca juga:  Cakra Yadnya, Pemutar Ekonomi Bali
BAGIKAN