Bendesa Berawa, I Ketut Riana menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (30/5). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Bali, Nengah Astawa dkk., membacakan dakwaan kasus Bendesa Berawa, I Ketut Riana di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (30/5). Di hadapan majelis hakim yang diketuai Gede Putra Astawa, JPU dari Kejati Bali dalam sidang perdana ini menjelaskan peristiwa permintaan terdakwa senilai Rp10 miliar pada investor.

Jumlah tersebut baru terealisasi Rp50 juta dan Rp100 juta. Saat penyerahan uang kedua itu, Bendesa Berawa ditangkap tangan oleh Kejati Bali.

Jaksa dalam surat dakwaannya menjelaskan bahwa pada November 2023, terdakwa menghubungi saksi, Andianto Nahak T. Moruk, karena membutuhkan uang Rp50 juta untuk bayar hutang dan imunisasi cucunya. Permintaan itu dipenuhi.

Terdakwa minta jangan sampai ada yang tahu, termasuk ke klian adat. Setelah itu terdakwa terus menghubungi Adianto menanyakan soal Rp 10 miliar yang diminta sebagai punia atas pembangunan apartemen dan resort di Berawa. Andianto minta terdakwa bersabar karena masih berkoordinasi dengan investor.

 

Di persidangan terungkap kasus muncul ketika PT. Berawa Bali Utama berencana berinvestasi berupa pembangunan apartemen dan resort di Berawa. Investor menunjuk PT. Bali Grace Efata dengan Direkturnya Andianto Nahak T Moruk untuk mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) apartemen yang rencananya akan dibangun di Jalan Berawa dengan nilai kontrak sebesar Rp 3.600.000.000.

Baca juga:  Wacana Bali "Nyipeng" Beredar Cegah COVID-19, Ini Pendapat Sulinggih

Pada Oktober 2023, Andianto berkomunikasi dengan terdakwa selaku Bandesa Berawa. Hal tersebut dilakukan karena terdapat kewajiban perusahaan untuk mengurus izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) atau SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) sebagai bentuk persetujuan lingkungan yang wajib dimiliki oleh setiap usaha dan/atau kegiatan yang memiliki dampak penting atau tidak penting terhadap lingkungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sedangkan dalam proses pengurusan AMDAL/UKL-UPL/SPPL tersebut terdapat kewajiban untuk melakukan pertemuan konsultasi publik/masyarakat. Dengan dalih dana punia, kata JPU, terdakwa pun meminta uang Rp10 miliar. “Itu hanya merupakan akal-akalan terdakwa karena permintaan dana sumbangan Rp10 miliar belum pernah dibicarakan oleh terdakwa kepada prajuru Desa Adat Berawa,” ucap jaksa.

Adianto mengatakan pada terdakwa bahwa terkait permintaan Rp 10 miliar, dia sendiri hanya kontrak Rp3,6 miliar dengan investor. Sehingga jika diminta Rp 10 miliar dia tidak akan sanggup. Andianto pun meminta terdakwa menunjukkan dasar aturan permintaan uang itu.

Baca juga:  Pemerintah Diminta Naikkan FLPP Jadi 200 Juta

Di 5 Januari 2024, PT. Berawa Bali Utama mengadakan pertemuan konsultasi publik/masyarakat terkait AMDAL Magnum Residence Berawa bertempat di ruang pertemuan Kantor Desa Tibubeneng. Selain BBU, hadir juga Kelian Banjar Adat Berawa, Kepala Desa Tibubeneng, diwakili Sekretaris Desa, BPD dan LPM serta Bhabinkamtibmas Desa Tibubeneng, Dinas Perhubungan Kabupaten Badung, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung, Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali serta pihak terkait lainnya.

Dalam pertemuan tersebut terdakwa tidak hadir walaupun sebelumnya sudah menerima undangan. Karena terdakwa tidak hadir, konsultasi tersebut tidak menyertakan tanda tangan terdakwa. Padahal, tanda tangan bendesa diperlukan sebagai syarat pengurusan AMDAL/UKL-UPL/SPPL.

Sehari setelah pelaksanaan sosialisasi, Andianto mendatangi rumah terdakwa di Jalan Pantai Berawa, untuk mohon tanda tangan daftar hadir dan Berita Acara Pertemuan Konsultasi Masyarakat. Namun terdakwa menyampaikan bahwa terdakwa dan Kelian Banjar Adat Berawa belum bisa menandatangani jika Andianto belum memberikan kontribusi berupa uang Rp10 miliar.

Baca juga:  Ratusan Seniman Siap Getarkan Ardha Candra lewat "Gajah Mada Reborn"

Kondisi itu disampaikan ke I Made Budi Santosa selaku konsultan teknis kepercayaan PT. Magnum Estate International yang merupakan pemilik PT. Berawa Bali Utama. Karena kebetulan kenal terdakwa, maka diminta komunikasikan dengan terdakwa.

Permintaan Rp 10 miliar tetap disampaikan sementara Budi Santoso juga mengatakan perusahaan belum mampu. Andianto yang sudah menandatangani kontrak merasa tertekan.

Karena terus didesak, kata JPU dalam dakwaanya, 1 Mei 2024 Andianto menghubungi terdakwa via WhatsApp dan menanyakan kabar. Adianto dalam percakapan di WA menyebut bahwa dia akan memberikan Rp 100 juta karena merasa tidak enak dimintai Rp 10 miliar terus.

Akhirnya terdakwa mau menerima Rp 100 juta dan dibawakan pada 2 Mei 2024. Saat penyerahan di kafe berlokasi di Renon, Denpasar, terdakwa ditangkap kejaksaan.

Atas kasus ini, terdakwa dijerat dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Miasa/balipost)

BAGIKAN