I Ketut Riana berkoordinasi dengan PH, Pasek Suardika, SH, dkk. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah pembacaan dakwaan kasus OTT Bendesa Adat Berawa, Kamis (30/5), terdakwa I Ketut Riana diberikan kesempatan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Gede Putra Astawa menanggapi. Setelah berkoordinasi dengan penasihat hukumnya (PH), I Gede Pasek Suardika dkk., Riana memilih mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa.

Selain eksepsi, di depan persidangan terdakwa juga mengajukan penangguhan penahanan. Dalam pengajuan itu, Pasek Suardika menyinggung soal OTT Imigrasi Ngurah Rai. Ia pun menanyakan soal asas equality before the law.

Baca juga:  Tiga Desa/Kelurahan di Denpasar Tambah Korban Jiwa COVID-19

“Kami sebenarnya mengajukan praperadilan. Namun karena perkara pokok sudah masuk, otomatis permohonan gugur. Memang aturannya begitu,” ucap Pasek.

Lanjut dia, penanganan perkara Bandesa Berawa sangat sepesial. Hanya 21 hari, berkas sudah masuk pengadilan. Nilainya Rp 100 juta. “Ini OTT ya, kita bandingkan dengan OTT di Imigrasi, yang jelas-jelas pegawai negeri, 7 bulan tidak ada kabarnya. Ini urusan equality before the law. Perlakuan yang sama di depan hukum untuk perbuatan yang sama. Duitnya juga sama Rp 100 juta. Yang satu pegawai negeri yang satu ini (Bendesa) masih diperdebatkan pegawai negeri atau tidak. Saya berharap publik bisa mencerna,” ucap Pasek Suardika.

Baca juga:  Dari Alarm untuk Masyarakat! hingga Klungkung Perketat Prokes Kegiatan Adat dan Agama

Soal penangguhan penahanan, ia juga mempertanyakan mengapa tersangka OTT Imigrasi bisa ditangguhkan. “Apa bedanya pejabat OTT di imigrasi yang pegawai negeri bisa ditangguhkan? Jangan-jangan dia sudah pindah tugas. Perlakuan sama di depan hukum inilah yang kita perjuangkan. Yang Imigrasi dilonggarin, yang bendesa adat dikencengin. Tidak boleh begitu,” kritiknya.

Dikatakan pula, soal eksepsi, salah satunya terkait dengan status bendesa adat ini pegawai negeri, sehingga kejaksaan mempunyai otoritas atau kewenangan untuk OTT. Kalau tidak punya otoritas, seharusnya polisi yang menangkap, kejaksaan melakukan penuntutan. “Ini yang kita uji di persidangan. Karena dampaknya jika dia bukan pegawai negeri, maka sidang bukan di sini, tetapi pada pidana umum, pasal pun akan berbeda,” tegas Pasek Suardika. (Miasa/balipost)

Baca juga:  Dari Dua Pemilik Akun Medsos Dilaporkan hingga Juknis Pembelajaran Tatap Muka Rampung
BAGIKAN