Oleh John de Santo
Di era digital ini, disiplin diri mutlak perlu bagi generasi muda, terutama Gen Z dalam menyongsong masa depan. Mengapa demikian, karena di era ini menawarkan banyak sekali kemudahan yang memanjakan sehingga orang tergoda mengambil jalan pintas untuk untuk meraih jalan pintas.
Ada cara instan untuk lulus dari perguruan tinggi bergengsi, tersedia jalan mudah menjadi sultan, dan masih banyak tawaran untuk berhasil melalui jalur instan. Penulis menganalogikan media sosial dengan segala dinamikanya sebagai lautan buas.
Kita tak mampu melarang remaja kita untuk pergi ke laut, kita hanya bisa mengajari mereka berenang. Nah, dalam konteks ini, disiplin diri menjadi penting, karena hanya dengan disiplin diri, remaja kita mampu berselancar di atas gelombang, tidak tenggelam karena dapat bisa mengendalikan diri dan memanfaatkan kekuatan arus media sosial untuk mengembangkan diri demi masa depan yang diimpikannya. Persoalannya, bagaimana cara membentuk disiplin diri itu?
Mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pernah berkata, bahwa disiplin diri adalah satu-satunya kunci keberhasilan. Orang tak akan mencapai tujuan dan cita-citanya, tanpa disiplin diri. Dan, Singapura adalah contoh sebuah negara yang dibangun di atas kedisiplinan warganya.
Apa itu disiplin diri? Disiplin diri adalah kemampuan untuk mengendalikan berbagai dorongan (impuls), emosi, reaksi-reaksi dan perilaku. Ia memungkinkan orang mengorbankan kesenangan sesaat demi tujuan yang lebih besar di masa depan.
Umumnya, terminologi disiplin diri berkaitan kehidupan remaja. Karena usia remaja rentan terhadap pelbagai pengaruh, positif dan negatif. Berbagai penyimpangan dan uji coba terjadi pada usia ini. Maka, maka pada usia pembentukan ini, banyak pihak merasa berkepentingan untuk berupaya menanamkan disiplin diri pada remaja. Remaja tanpa disiplin diri, akan mudah dihasut untuk melakukan hal-hal yang merugikan seperti bullying, tawuran, pencurian , dan berbagai tindakan impulsif lain, yang berdampak pada penyesalan di kemudian hari.
Sebaliknya, bila remaja berhasil menanamkan disiplin diri, maka ia misalnya, akan menjaga diri, memelihara tutur katanya dengan tidak menghina atau melecehkan orang lain. Ia juga tidak akan menghabiskan waktu dengan keluyuran di malam hari, tidak membuli temannya, terlibat tawuran, dll.
Baumeister (2007), mengatakan bahwa remaja dengan disiplin diri ditandai oleh empat komponen yaitu: standard atau perilaku yang diinginkan; motivation, atau dorongan untuk memenuhi standar itu; monitoring, atau pertimbangan yang mendahului kecenderungan melanggar standar; dan will power, kekuatan internal untuk mengendalikan berbagai hasrat dan keinginan.
Lima Langkah
Terdapat banyak langkah membangun disiplin diri. Tetapi, menyederhanakannya menjadi lima langkah yang dapat menjadi panduan bagi remaja untuk membangun disiplin diri. Pertama, memiliki tujuan (goal).
Para remaja perlu didorong untuk merumuskan tujuan hidupnya sendiri, sebagai alasan untuk membangun disiplin diri, misalnya tujuan mendapatkan nilai ujian yang bagus, tujuan meraih kejuaraan taekwondo antar sekolah, tujuan meraih kejuaraan dalam kompetisi basket, kompetisi pidato Bahasa Inggris, dll.
Kedua, menjadwal kegiatan rutin untuk meraih tujuan tersebut. Misalnya, untuk meraih nilai bagus remaja perlu menyisihkan waktu 3 jam untuk belajar setiap hari. Lebih bagus lagi, dengan menggunakan check list harian, untuk memastikan apakah kegiatan belajar, atau latihan untuk mencapai tujuan itu, sudah dilakukan hari itu.
Ketiga, mengantisipasi berbagai hambatan yang mungkin terjadi. Hambatan-hambatan itu misalnya, ajakan teman untuk nongkrong pada jam belajar atau jam latihan, godaan game online, atau chatting bersama teman sampai lupa waktu, dll. Dengan mengantisipasi berbagai gangguan tersebut, remaja akan memprioritaskan dan fokus pada tujuannya.
Keempat, berbagi tujuan dengan orang lain. Mendeklarasikan tujuan kepada orang lain, seperti orangtua, kerabat atau teman-teman juga penting. Hal itu dilakukan dalam rangka membangun rasa tanggung jawab, karena ada orang lain yang sudah mengetahui apa yang sedang menjadi prioritas si remaja.
Ini juga dapat membantu si remaja membentuk motivasi karena ada dukungan dari orang lain. Remaja akan semakin berdisiplin ketika mengetahui bahwa, apa yang sedang ia lakukan itu memengaruhi orang lain.
Kelima, disiplin terbentuk melalui penciptaan perilaku. Seketika sesuatu menjadi kebiasaan, remaja tak perlu lagi bersusah payah untuk terus melakukan apa yang menjadi syarat bagi pencapaian tujuannya. Ala bisa karena biasa, demikian bunyi pepatah.
Komitmen akan terbentuk dengan sendirinya, dan tugas-tugas akan ia lakukan dengan penuh tanggung jawab. Jadi, remaja kita terutama Gen Z, harus diyakinkan terus-menerus bahwa, mereka adalah tuan atas nasibnya sendiri. Tanpa disiplin diri, tujuan hidup seideal apa pun, hanya menjadi isapan jempol.
Penulis, pendidik dan pengasuh Rumah Belajar Bhinneka