Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih
Kesadaran diri (self-awareness) adalah kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri baik kekuatan dan kelemahan secara holistik termasuk kemampuan kognitif, keterampilan, dan perilaku serta sikap yang menjadi fondasi kehidupan harmonis.
Kesadaran diri ini menjadi sangat penting untuk membantu memahami siapa diri kita dalam berbagai aspek sehingga mampu menjadikan Sang Diri lebih baik dari yang sebelumnya dalam ketiga dimensi kehidupan
tersebut.
Kesadaran diri dari dimensi kognitif dapat membuat seseorang mampu memahami apa yang mereka sudah atau belum ketahui sebagai akibat dari belajar. Kesadaran diri dapat membuat seseorang mampu mencari solusi terbaik terhadap apa yang belum diketahui, sehingga mereka mampu meningkatkan
kemampuannya sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun termasuk guru.
Mereka yang memiliki kesadaran sendiri akan kekurangannya dapat mengambil keputusan yang tepat
terhadap apa yang mesti dilakukan untuk pengembangan kognisinya. Dalam dimensi keterampilan, seseorang yang memiliki kesadaran diri bahwa dirinya belum terampil dalam suatu bidang keahlian, tentu harus menempa dirinya menjadi terampil melalui cara-cara sesuai preferensinya.
Kesadaran diri dari segi perilaku dan sikap menjadi dasar fundamental yang membuat sebuah bangunan yang bernama manusia utuh dan kokoh. Kesadaran diri
ini memang menjadi faktor penentu yang bukan hanya diwacanakan namun dijadikan sebuah pembentukan kebiasaan sehingga menjadi mengakar pada diri setiap individu.
Berkaca dari negara Jepang kita dapat belajar banyak hal bagaimana membangun dan mengembangkan manusia utuh dan kokoh dari ketiga dimensi tersebut melalui kesadaran diri. Jepang terkenal sebagai negara
paling inovatif di Asia, kesadaran diri untuk belajar dan berinovasi terus ditingkatkan sehingga mereka tetap eksis dalam kemajuan teknologi yang sampai dengan sekarang banyak negara di dunia menggunakan berbagai produk teknologinya.
Dalam dimensi keterampilan, masyarakat Jepang terkenal sebagai pekerja keras dan sangat berdedikasi dengan apa yang dilakukan, baik dalam pendidikan dan dunia kerja. Ganbaru yang merupakan prinsip dasar
bekerja keras mengarahkan mereka untuk terus berusaha membangun keterampilannya meski menghadapi tantangan atau kesulitan.
Selain itu, masyarakat Jepang memiliki budaya bekerja dalam tim dengan konsep ‘Wa’ yaitu menjaga harmoni
dan keselarasan dalam tim agar tidak terjadi konflik dan dapat mencapai tujuan bersama melalui pengembangan keterampilan interpersonal, kolaboratif, dan komunikatif yang baik.
Dari dimensi sikap dan perilaku, masyarakat Jepang memiliki kesadaran diri yang tinggi terhadap kedisiplinan dan ketepatan waktu. Disiplin tinggi ditunjukkan dari menjaga kebersihan dan budaya antre.
Ketepatan waktu sangat dijunjung tinggi di Jepang, sebagai bukti alat transportasi di Jepang semua tepat waktu. Keterlambatan merupakan ketidaksopanan dan tidak menghargai orang lain. Pun halnya dengan budaya
antre di tempat publik seperti di toko swalayan (convenience store) seperti Lowson, Seven Eleven, dan Family mart, ada simbol-simbol di lantai sebagai tempat untuk mengantre, sehingga tidak ada seorangpun yang memotong antrean.
Pengembangan sikap respek atau rasa hormat dan kesopanan sangat kuat pada masyarakat Jepang. Rasa hormat dan kesopanan ini ditunjukkan bukan hanya di antara penduduk lokal saja, tetapi juga kepada orang
asing (tamu). Sebagai contoh, ketika mereka ditanya suatu tempat, mereka dengan tulus menjelaskan dan bahkan tanpa diminta, dengan senang hati menawarkan bantuan untuk mengantarkan dan menunjukkan tempat yang ditanyakan.
Dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi negara maju yang diimpikan seperti negara Jepang, Kita harus memupuk dan mengembangkan kesadaran diri dalam tiga dimensi. Kesadaran diri untuk menempa diri melalui
belajar maksimal untuk menciptakan inovasi, meningkatkan keterampilan dengan bekerja keras dan berdedikasi tinggi, dan menjunjung nilai-nilai sikap dan perilaku seperti kedisiplinan, rasa hormat, dan kesopanan yang menjadi fondasi yang kuat sebuah kehidupan yang sukses dan harmonis.
Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha