DENPASAR, BALIPOST.com – Pariwisata banyak membawa pergeseran di Bali. Mulai dari peralihan lahan pertanian, kemacetan hingga bahaya terburuk yakni tergusurnya krama Bali.
Kini, ada fenomena baru bahwa WNA bisa memiliki vila dan aturan baru WNA bisa menguasai lahan hingga 80 tahun. Dikhawatirkan, seluruh bibir pantai Bali akan dikuasai WNA.
Hal itu diungkapkan Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata
Marginal Bali, I Wayan Puspa Negara dan pengusaha senior Dr. Panudiana Kuhn dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru, di Warung Coffee Bali, Jl. Veteran 63 Denpasar, Rabu (3/7).
Puspa Negara mengungkapkan salah satu fenomena unik di Bali berkat perkembangan pariwisata, yakni pergeseran akomodasi dari hotel konvensional ke vila. Bahkan vila bermetamorfosis menjadi vila hotel dan
kondominium vila.
Melihat data BPS Bali, total jumlah vila yang terdata yaitu 5.411. Menurutnya ini tak terlepas dari kebutuhan akomodasi dan pasar pariwisata akomodasi. Dengan kebutuhan akomodasi itu perkembangan vila di Bali Selatan masif.
Ia pun menyayangkan fenomena yang terjadi yaitu laju alih fungsi lahan yang luar biasa sebagai akibat dari pertumbuhan vila di kawasan LSD (Lahan Sawah Dilindungi).
Kabupaten/kota telah memiliki detail tata ruang wilayah masing masing. Namun, kata dia, fungsi pengawasan
pemda yaitu supervisi, monitoring dan evaluasi perlu ditegakkan. “Kita jarang sekali melihat gerak cepat dari stakeholder pariwisata dan unit terkait,” katanya.
Menurutnya, fenomena yang ada sekarang terjadi transformasi. Transformasi kepemilikan yang mana banyak vila milik WNA dan banyak juga yang nominee atau atas nama WNI tapi dimiliki oleh WNA.
Fenomena kepemilikan vila juga tak terlepas dari UU yang baru saja diluncurkan pemerintah tentang Keimigrasian yaitu Golden Visa, bagaimana wisatawan
bisa tinggal di Bali selama 5 tahun plus 10 tahun. Sehingga WNA bisa menggunakan vila dan sejenisnya selama tinggal dengan nominee.
Perkembangan itu kemudian menimbulkan fenomena lain yaitu munculnya kampung-kampung tertentu seperti Kampung Moskow, Kampung Ukraina. “Ini perlu diantisipasi dengan law enforcement, yang masih sangat lemah. Terbukti dari tingginya tingkat pelanggaran etika yang dilakukan wisman di daerah kita,” ujarnya.
Dari fenomena ini ada 5 persoalan krusial yang ia rangkum soal pariwisata. Pertama, infrastruktur tidak berkembang sehingga macet di mana-mana yang
seharusnya menjadi keputusan politik dan kebijakan publik pemerintah untuk segera menciptakan minimal world class infrastrukur.
Kedua adalah overhead kapital, infrastruktur jangka panjang seperti infrastruktur untuk kabel dan tiang agar tak semrawut. Ketiga, persoalan safety dan security, keamanan dan kenyamanan. “Ini menjadi noktah di sektor pariwisata,” imbuhnya.
Keempat behavior, perilaku masyarakat cenderung apatis, menghilangkan konsep kegotongroyongan dan konsep tolong menolong. Terbukti perilaku wisman ugal-ugalan tak terpantau dan kita cuek saja.
Kelima, branding Bali belum naik dengan banyaknya noktah. Oleh karena itu ada 3 solusi yang ia usulkan yaitu perkuat law enforcement, perkuat supervisi, monitoring dan evaluasi, serta pembuatan rencana induk pengembangan pariwisata Bali jangka panjang.
Pengusaha senior Dr. Panudiana Kuhn mengatakan, OSS memang mempermudah pengusaha untuk berusaha. OSS menurutnya pro growth, tenaga kerja dan pajak. Meski ada sistem OSS, sebelum mengajukan izin berusaha, harus masuk ke dalam asosiasi terlebih dulu. “Jadi sistem sekarang ada kelemahan di law enforcement, pengawasan,” ujarnya.
Panudiana Kuhn yang juga Konsul Kehormatan Malaysia di Bali mengakui bahaya bagi Bali karena ada aturan WNA bisa menempati vila selama 10 tahun. Termasuk akan ada aturan yang belum banyak orang ketahui yakni WNA mengusai lahan hingga 80 tahun.
Bahayanya, semua pesisir pantai Bali akan dikuasai orang asing. Bahayanya warga lokal akan tergusur.
Masalah Bali saat ini dalam infrastruktur dan sampah, kata dia, tak kunjung selesai. Maka perlu good will
dari pemerintahan untuk melakukan manajemen.
Selain itu hampir 30 ribu orang Bali bekerja di kapal pesiar. Ia berharap dengan kemudahan sistem perijinan akan merangsang usaha yang ada, menarik tenaga kerja yang banyak di dalam negeri. Sehingga tak perlu bekerja
ke luar negeri.
Namun perlu juga dipikirkan pendapatan yang diterima naker di dalam negeri agar setidaknya mendekati upah bekerja di kapal pesiar.
Ketua Bali Vila Association (BVA), Putu Gede Hendrawan mengatakan, jumlah vila tak bisa didata karena tidak semua unit vila masuk member BVA. Namun ada cara yang dapat dilakukan untuk mendata vila adalah dengan membuka database sistem OSS karena pengajuan NIB yaitu melalui OSS.
Anggota BVA sendiri kurang dari 100 member. Namun ia memprediksi ada ribuan vila terbangun di Bali.
OSS adalah sebuah sistem untuk memudahkan perizinan berusaha. Dengan kemudahan dampaknya positif dan negatif.
Dampak negatifnya yaitu terhadap lingkungan dan sosial. Sehingga kemudahan ini hanya berlaku bagi investor namun tak berdampak positif bagi lingkungan dan kehidupan sosial.
Dengan melihat dampak positif yang berat sebelah ini, menurutnya tidak adil bagi seluruh masyarakat. “Dampak secara investasi dan ekonomi sudah terlihat dari seberapa banyak investasi yang masuk ke Bali sedangkan dampak luasnya ke masyarakat dan lingkungan. Jika lingkungan tereksploitasi tentu masyarakat setempat yang terkena dampaknya,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)