Ketut Swabawa. (BP/Istimewa)

Oleh Ketut Swabawa

Dari pandangan udara dalam penerbangan dari Bali ke Makassar, saya melihat pemandangan gedung megah yang tengah disiapkan pemerintah pusat untuk fasilitas kesehatan berstandar internasional di Sanur, Bali. Tampaknya itu digarap dengan sangat cepat bahkan kini mendekati rampung pembangunannya.

Sarana ini diwacanakan akan menjadi ikon pusat wisata medis (medical tourism) bagi Bali dan menjadikan kawasan wisata Pantai Sanur sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan sesuai Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2022.

Apa yang telah dipersiapkan Pemprov Bali dalam kaitan “model baru” kepariwisataan bernuansa kesehatan itu ya? Hal ini harus menjadi perhatian serius dan antisipasi bagi stakeholders kepariwisataan khususnya dan masyarakat Bali pada umumnya agar tidak terlena dan menjadi penyesalan di masa mendatang.

Alasannya adalah karena konsep pengembangan pariwisata Bali sejak dulu dikenal dengan keunikan pariwisata budayanya. Sebuah konsep yang lahir berdasar potensi keunikan yang dimiliki Bali dari aspek alam, seni, tradisi dan adat masyarakat Bali. Konsep inilah yang menjadi “taksu” atau jiwa yang luhur dari segala jenis objek yang menjadi daya tarik bagi wisatawan terutama wisatawan mancanegara.

Sementara sebagai pro-partisipatifnya, KEK Kesehatan Kawasan Sanur hendaknya melibatkan Bali entah regulasi dari Pemprov maupun masyarakat terkait dalam pengelolaannya. Walaupun kita semua mengetahui bahwa proyek itu adalah wewenang Pemerintah Pusat. Jangan sampai seperti Dermaga Sanur yang ternyata adalah wewenang pengelolaan pemerintah pusat (Kementerian Perhubungan) tanpa disertai sarana prasarana penunjang semestinya seperti pelebaran jalan maupun lahan parkir.

Baca juga:  Budaya Pamer di Medsos

Gedung dengan tampilan mewah dan nampak tertata namun dampak macet lalu lintas di jalan raya menjadi beban Pemprov dan Pemkot menanganinya. Konsep baru kepariwisataan seperti medical tourism ini dapat saja terjadi untuk ragam konsep lainnya seperti ; shopping – sport – maritime – others tourism concept? Entahlah.

Mari kita coba jadikan sebuah studi kasus untuk antisipasi awal sebagai pertimbangan dalam menyikapinya secara positif. Hal ini dapat kita kaitkan dengan analisa bisnis kepariwisataan bahwa; (a). competitive set analysis membuktikan bahwa daya saing keunggulan dapat berupa kekuatan yang unik dan khas serta sulit dibandingkan dengan yang lainnya; (b). Market demand analysis sangat dipengaruhi oleh kekuatan daya tarik produk terhadap minat konsumen; (c).

Sustainable tourism development bersendikan upaya berkelanjutan yang mampu menyeimbangkan aspek lingkungan (alam), kelembagaan, sosial (adat, tradisi) dan ekonomi secara harmonis.

Apa ancaman yang mungkin dapat mempengaruhi Pariwisata Budaya akibat digarapnya konsep pariwisata yang baru (medical tourism)? Sebagai suatu industri maka kawasan destinasi akan memiliki predikat yang melekat pada promosi yang diunggulkan.

Bahkan peningkatannya kedepan nanti untuk menguatkan hal tersebut adalah hal–hal yang memungkinkan adanya; (1) Wisatawan yang datang ke destinasi tersebut sebagian besar adalah bertujuan berobat atau perawatan kesehatan; (2) Kenaikan popularitas medical tourism pada suatu destinasi akan menarik semakin banyak wisatawan yang datang untuk tujuan tersebut; (3). Pada kasus penanganan kesehatan tertentu, bisa jadi sama sekali tidak membutuhkan ‘plesir’ atau berlibur sebagaimana halnya konsep wisata yang lumrah; (4) Tiga hal tersebut di atas memungkinkan membuat konsep pariwisata budaya semakin terpinggirkan; (5) Tenaga medis baik dokter, perawat, farmasi dan terkait lain dibutuhkan semakin banyak, bukan tenaga kerja pariwisata sebagaimana layaknya sebuah destinasi pariwisata.

Baca juga:  Transplantasi Jantung Babi pada Manusia

Lalu apakah kita harus takut dan menjadi pasrah pada kondisi pariwisata ke depannya ? Tentu tidak sama sekali, namun mesti sadar bahwa dampaknya harus diantisipasi tentunya. Kita harus semakin menguatkan komitmen sebagai pembela ‘taksu’ Bali.

Sistem adat merupakan wadah masyarakat Bali dalam menjalankan tradisi baik kehidupan beragama maupun menerapkan konsep-konsep nilai kearifan lokal. Maka dari itu, perlu penguatan pada aspek-aspek yang dapat mempertahankan popularitas konsep pariwisata budaya yang telah melekat selama puluhan tahun ini ditengah “pengayaan” ragam baru berupa pariwisata medis sehingga dapat bertumbuh secara harmonis bersama-sama.

Ide pikiran untuk mencapai hal tersebut dapat dituangkan pada point-point berikut ini : (1) Produk dan usaha pariwisata existing agar semakin kuat dalam menampilkan konsep budaya dan nilai kearifan lokal, contoh : menampilkan aksara Bali dalam tulisan utama pada logo dan nama perusahaan, nama ruangan, dan sebagainya; (2) Penggunaan bahan dan mengenalkan aspek kelokalan dalam tampilan produk dan pelayanan kepada wisatawan, contoh : kemasan produk yang ramah lingkungan, motif ukiran untuk design interior, menampilkan pertunjukan seni daerah (tari, tabuh, dll), menawarkan produk minuman dan makanan khas lokal yang otentik, karyawan menggunakan pakaian khas daerah dan sebagainya; (3) penguatan pemahaman SDM Pariwisata tentang pengetahuan destinasi dan budaya lokal serta selalu menampilkan karakter pelayanan prima yang berkeperibadian khas lokal yang santun, ramah dan menghargai; (4) Pemerintah dan seluruh stakehokder kepariwisataan semakin gencar mempromosikan produk dan aktifitas budaya yang otentik dan original; (5). Pemberdayaan dan pelibatan masyarakat lokal semakin tinggi untuk menjaga / melestarikan adat dan tradisi serta melakukan kontrol bersama-sama dalam menjaga kesucian tempat ibadah, lambang keagamaan serta kegiatan spiritual yang luhur.

Baca juga:  BMTA Harap Insentif Pajak

Semoga semua pihak dapat menyadari hal tersebut sehingga ragam konsep kepariwisataan yang diprogramkan dapat bertumbuh secara harmonis demi kelestarian alam, budaya dan tradisi seiring dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Kita berharap pengenaan pajak retribusi bagi wisatawan asing (tourism levy) ke Bali akan dikelola dengan sangat baik sesuai tujuan awal yakni melestarikan adat, budaya dan alam Bali.

Sehingga konsep Pariwisata Budaya Bali semakin kuat, berkualitas dan diminati oleh wisatawan. Jangan sampai konsep baru kepariwisataan seperti halnya medical tourism ini akan menggeser posisi cultural tourism yang bernafaskan budaya Bali dan agama Hindu. Mari kita jaga bersama-sama.

Penulis, Praktisi Pariwisata

BAGIKAN