Panudiana Kuhn. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana Luhut B. Pandjaitan menjadikan Indonesia khususnya Bali sebagai kantor Family Office (FO) diragukan mampu menarik kepercayaan konglomerat dunia. Aturan atau regulasi di Indonesia kerap berubah-ubah tergantung kekuasaan politik. Sedangkan, investasi yang dilakukan konglomerat dunia harus pasti.

Pengusaha senior Panudiana Kuhn, Minggu (7/7) menilai, jika benar ada orang tertarik family office di Indonesia maka hal itu berarti masyarakat dunia percaya terhadap Indonesia, karena menurutnya tidak mudah mendapatkan kepercayaan masyarakat dunia apalagi orang kaya.

“Karena negara kita aturannya berubah–ubah. Itu yang buat orang tidak suka. Kalau Singapura, Hongkong, Swiss aturan engga berubah. Kita ini mengubah-ubah aturan, aturan KPU, KPK diubah, UU kelola kerja diubah. Jadi kalau ini (family office) betul masuk, very good-lah,” imbuhnya.

Akademisi pariwisata Universitas Udayana Prof. Putu Anom mengatakan, Bali telah memiliki berbagai wadah investasi seperti Bali Development Fund, Pusat Investasi Kerta Bali Sadhana (PIKBS) dan instrumen investasi lain. Sehingga family office masih menjadi pertanyaan seperti apa posisi dan regulasinya. “Karena di Indonesia ini sering sekali peraturannya berubah-ubah, kepastian aturan belum jelas, apa mau orang menaruh dananya di sini,” tandasnya.

Baca juga:  BRI Sukseskan Penjualan SR017 hingga Jayapura

Selain itu, ia juga berharap dana–dana yang didapat di family office tidak diinvestasikan di Bali dalam bentuk properti–properti pariwisata karena Bali sudah jenuh dengan Pembangunan properti yang membuat lahan terbuka di Bali semakin sempit.

Pakar ekonomi Trisno Nugroho mengatakan, meski Bali telah memiliki Bali Development Fund, family office tidak akan menyaingi karena berbeda tujuan. “Agak beda tujuannya, family office adalah sebuah perusahaan atau firma penasihat manajemen kekayaan swasta yang melayani individu atau keluarga dengan kekayaan bersih sangat tinggi. Tujuannya ada untuk mengelola, menjaga dan mengembangkan kekayaan keluarga,” ujarnya.

Family office dapat menginvestasikan dana yang masuk ke sektor keuangan dan sektor riil, pasar modal, dll. Pengusaha dengan kelas High Net Worth Individual (HNWI) atau Ultra High Net Worth Individual (UHNWI) membawa uang ke Indonesia lewat family office. Dari family office kemudian dananya dikelola ke investasi di berbagai produk keuangan dan investasi di sektor rill. “Saya pikir FO ini seperti wealth management orang-orang kaya,” imbuhnya.

Baca juga:  Dukung Pembangunan Terminal LNG, Warga Desa Sidakarya Gelar Aksi

Ditanya terkait negara butuh uang, Trisno menjawab dengan mengelola family office tidak perlu membayar pokok dan bunga sehingga tidak membebani negara. “Kalau pinjam ke lembaga internasional dan investor internasional dengan membeli surat–surat berharga,” tandasnya.

Kuhn mengatakan family office telah menjadi hal biasa di negara lain. Banyak investor yang menaruh uangnya di family office beberapa negara seperti Singapura, Hongkong, Swiss.

Negatifnya adalah family office digunakan sebagai tempat money laundering. Namun jika tak terjadi demikian, maka menurutnya rencana ini cukup bagus. “Dia orang kaya, uangnya ada yang ngurus, di Singapura itu buka investasi di mana-mana, karena negaranya kecil,” ujarnya.

Meski family office bebas pajak ketika uang masuk, namun ketika beredar di Indonesia dalam berbagai bentuk investasi, maka hal itu yang akan dikenakan pajak. “Malah kadang–kadang kalau dulu bayar. Misalnya punya uang Rp1 juta kena potong 5 persen, 20 persen, sekarang jaman modern, jadi tidak apa-apa untuk negara, untuk bangun IKN,” tandasnya.

Baca juga:  Pelanggar Prokes Jalani Rapid Test

Selain itu, lembaga pengelola (family office) ini juga dinilai bunganya lebih murah dibandingkan di bank. “Uang dapat untung jika diinvestasikan di mana, misalnya di Bali ada hotel mangkrak dibangun lagi, dipinjamkan dengan bunga yang murah, bukan kaya di bank. Kalau pinjam di bank kan bayar, komersil semua kan, IMF bayar, ini kan uang gratis. Positifnya saya untuk bangun Indonesia timur,” imbuhnya.

Panudiana pun menyebut dengan adanya family office tidak akan menekan pengusaha lokal maupun Lembaga Jasa Keuangan yang ada di Bali. Karena justru family office bisa menjadi lembaga untuk mendapatkan dana bagi Lembaga Jasa Keuangan tersebut.

“Bank lokal banyak bangkrut karena kreditnya untuk konsumtif saja. Sedangkan ini beri kredit ke industri, vila, hotel, BPD jika perlu uang bisa juga, misalnya juga untuk bangun tol dengan bunga murah,” imbuhnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN