Laksmana Gusti Handoko. (BP/may)

GIANYAR, BALIPOST.com – Peminat mobil klasik ternyata cukup banyak, tidak hanya dari dalam negeri tapi juga luar negeri. Salah satu seniman sekaligus pelaku usaha mobil klasik, Laksmana Gusti Handoko, Sabtu (27/7) mengakui hal itu.

Ditemui usai merayakan Tumpek Landep di Sukawati, Gianyar, ia mengungkapkan permintaan mobil klasik dari luar negeri bahkan jauh lebih tinggi dari domestik.

Tercatat ada sekitar 100 unit antrean yang berasal dari pecinta mobil klasik sejumlah negara di Timur Tengah, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa berminat memesan mobil.

Baca juga:  Perkuat Rantai Pasok Industri Otomotif, BRI Salurkan Pembiayaan ke IKM Lokal

Namun, saat ini ia belum bisa mengambil permintaan itu karena regulasinya cukup rumit dan pihaknya masih kewalahan memenuhi permintaan dalam negeri. “Permintaan di Indonesia saja kita masih overload. Dan di sisi lain ada regulasinya juga,” ungkap pemilik Tuksedo Studio ini.

Ia melihat gambaran peminat mobil klasik salah satunya dari beberapa pameran yang diikuti. Misalnya di IIMS, dari tingkat kunjungan ke standnya, 2 – 3 mobil klasik terjual meski made by order. Sementara harga mobil klasik yang merupakan hasil design ulang mobil mewah, dibanderol dengan harga 4-5 miliar rupiah.

Baca juga:  Atlet Gateball Bali Terjun di Kejurnas

Menurutnya mobil klasik mempunyai nilai tinggi terutama mobil-mobil keluaran 1950-1960-an. Agustus nanti ia pun akan lebih memperkenalkan mobil klasik lewat pameran yang diselenggarakan di Jakarta.

Ada sekitar 9 mobil yang akan dipamerkan dengan nilai sekitar Rp36 miliar. Dari pameran itu, ia berharap dapat mengedukasi masyarakat bahwa mobil klasik memiliki value sendiri karena impor mobil klasik dilarang. “Padahal kalau mau menjaga emisi, dll harusnya kita melestarikan mobil klasik,” tandasnya.

Baca juga:  RS dan Klinik Kesehatan Beijing Kewalahan Menerima Pasien

Lebih dari 90 persen komponen hasil kreasi ulang mobil kreasinya merupakan buatan dalam negeri. Hanya mesin yang diimpor. Hal itulah yang membuatnya bisa survive di tengah nilai dolar terus melambung terhadap rupiah. “Kita bisa survive karena hampir semuanya kita bisa bikin sendiri, satu satunya yang engga kita bikin cuma mesin,” sebutnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN