Oleh Sahadewa
Keadaan masyarakat yang berbudaya dicirikan oleh pertama, kenyataan bahwa masyarakat tidak mengalami kesusahan dalam hidup. Kedua, setiap kehidupan pasti ada budaya teknologi yang menyertainya.
Kendati itu sebagai prasyarat yang paling sederhana sekalipun. Ketiga, keadaan masyarakat dengan budayanya menjadikan teknologi sesuatu bentuk dan pola yang sudah seharusnya atau pun mesti dijadikan sebagai sesuatu yang memberi suatu bentuk dan pola yang berubah dari waktu ke waktu oleh karena itu suatu masyarakat yang kritis pasti mampu untuk menempatkan keadaan dirinya dengan teknologi.
Keempat, kenyataan teknologi dapat menjelma sebagai sebuah budaya yang dapat diterima. Akan tetapi penerimaannya sudah pasti sebagai bentuk yang nyata pula dengan konstelasi ataupun keadaan masyarakatnya. Kelima, keadaan masyarakat yang ditunjukkan pada poin keempat itu sebetulnya mengacu kepada keadaan yang terus berada dalam fase yang tidak pernah berhenti belajar.
Inilah yang mesti dihormati dari keberadaan para leluhur dari pencipta budaya masyarakat tersebut sehingga mudah dapat ditelusuri keberadaan kebudayaan teknologi yang sebetulnya ada benihnya yang terpendam di dalam budaya warisannnya.
Keadaan warisan budaya yang terpancar dari ciptaan para leluhur tersebut semestinya menjadi bentuk dan pola yang tidak diterima begitu saja melainkan dikaji secara mendasar atas dasar apa bentuk dan polanya sedemikian sehingga menjadikan keterampilan budaya dapat dijelmakan ke dalam keterampilan teknologi dan teknik.
Oleh karena itu, cara mempelajari pun memerlukan suatu bentuk pengorbanan tertentu dan tersendiri mengingat ada kekhususan atau pun sesuatu yang spesifik di balik karya budaya. Terutama sekali, jika menilik keberadaan teknologi yang hidden.
Hidden-nya suatu bentuk dan pola teknologi atau pun teknik di balik sebuah karya budaya menandakan adanya filosofi teknik yang terpancar namun belum keluar sehingga kekuatan pancarannya masih tersembunyi di dalam bentuk dan pola itu jadi tidak disembunyikan. Berarti antara filosofi yang tersembunyi dengan yang disembunyikan sudah pasti terdapat perbedaannya secara mendasar.
Inilah yang sering disalahartikan ketika menunjukkan sesuatu yang tersembunyi namun sebenarnya ada. Seterusnya sebenarnya bukan tersembunyi melainkan disembunyikan untuk kemudian ditemukan sendiri yang seolah-olah menjadi terlihat ilmiah ataupun saintifik.
Kebudayaan yang dijadikan sebagai sebuah kajian budaya mesti bisa ataupun mampu dijadikan sebagai tempat yang terus mampu dijadikan tempat belajar. Inilah poin penting sekalipun bukan poin kunci untuk membuka bahwa kebudayaan dalam budaya tertentu sudah pasti tidak dibuat secara sembarangan asalkan tidak dimanipulasi.
Inilah sebenarnya letak titik krusial sebuah budaya sebagai suatu bentuk dan pola produksi. Yang diartikan apapun itu bagian dari sesuatu yang dihasilkan sehingga ada sebuah produk dalam bahasa ekonomi.
Bila ini sudah dimengerti sebagai bentuk dan pola yang tidak sembarangan adanya maka sudah pasti tidak diperlukan tafsir atau pun bahkan suatu bentuk interpretasi melainkan suatu konstruksi yang kritis dalam menentukan dan memutuskan budaya sebagai produk yang bernilai tinggi. Tingginya suatu nilai budaya bukan karena faktor subjektif akan tetapi suatu faktor objektif yang sudah pakem.
Inilah yang kemudian menciptakan nilai produktivitas yang terdukung oleh pasar atau pun market dengan sendirinya dikarenakan pasar itu sendiri atau pun market itu sendiri pun merasakan ada suatu nilai yang penting dari sebuah produk budaya. Inilah pula yang menandakan bahwa pertama, kenyataan teknologi dinyatakan sebagai kenyataan krusial ada dalam berbagai bentuk. Kedua, pergerakan teknologi dengan jalannya sendiri pasti menuntun masyarakat tertentu untuk dapat berpikir secara reflektif.
Ketiga, keadaan itu dapat menciptakan sebuah jalan terbaru bagi masyarakat yang bersangkutan terkait dengan pencapaian teknologi terkini yang terjadi. Keempat, itulah yang disebut dengan jalan kenyataan teknologi. Kelima, ada sebuah kenyataan teknologi yang tercipta karena suatu bentuk dan pola dari jalan teknologi yang telah ada sehingga suatu masyarakat yang terlihat atau pun terkesan tradisional namun sebenarnya juga tidak mau tertinggal dalam kemajuan teknologi tertentu.
Ketika masa telah berganti yang berarti jalan dan kenyataan teknologi pun bisa berganti pula maka yang terjadi adalah pertama, kemampuan berbudaya akan tercipta dengan sendirinya. Kedua, kemampuan berbudaya sebagai pencerminan langsung atas kemampuan untuk mencerna adanya sebuah kenyataan teknologi dengan makna tertentu, dan ketiga, kemampuan berbudaya dan kenyataan teknologi dijadikan sekaligus sebagai sebuah evaluasi dalam konstelasi kritis konstruktif untuk menciptakan terobosan baru pula dalam berbagai bidang lain termasuk ekonomi dan bahkan hukum maupun politik serta sosial itu sendiri sehingga kemampuan berbudaya dan kenyataan teknologi adalah ada sejauh mana pula dalam kehidupan bermasyarakat dan berteknologi itu sudah terjadi simbiosis tersendiri.
Penulis, Dosen Fakultas Filsafat UGM