Guru Besar Undiknas Prof. IB. Raka Suardana. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kalangan akademisi menyebut Inflasi di Bali masih terkendali. Pasalnya data terakhir BPS, Juli 2024 mencatat inflasi 2,53 persen (yoy). Meski demikian inflasi harus tetap dijaga agar tidak sampai tinggi karena kenaikan harga bahan pokok dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Pendapatan warga juga tetap dikontrol khususnya dalam belanja barang.

Guru Besar Undiknas Prof. IB. Raka Suardana, Rabu (7/8) mengatakan, inflasi dapat menurunkan pendapatan riil, berdampak pada daya beli masyarakat yang semakin menurun. Namun perlu diingat bahwa kenaikan harga barang 1-2 tidak dapat disebut inflasi.

Indikator inflasi diantaranya kenaikan harga barang akibat supply dan demand, biaya produksi meningkat, harga bahan pokok meningkat misalnya karena nilai tukar dolar naik yang menyebabkan komponen impor mengalami kenaikan harga sehingga dapat menyebabkan inflasi di dalam negeri.

Maka dari itu, inflasi penting dikendalikan di bawah 5 persen bisa dengan kebijakan fiskal dan moneter ketika terjadi inflasi tinggi. Diantaranya, BI akan menaikkan BI Rate agar uang yang beredar di masyarakat dapat kembali ke lembaga jasa keuangan. “Cuma dampaknya kalau uang beredar di masyarakat berkurang, maka ekonomi akan lesu,” ujarnya.

Baca juga:  Pemadaman Api di Lereng Gunung Agung Terkendala Medan Esktrim

Namun jika BI rate turun, maka masyarakat akan menarik uang dari lembaga jasa keuangan (LJK), baik dengan pinjaman kredit maupun menarik simpanannya karena suku bunga deposito atau tabungan yang tak lagi menguntungkan. Sehingga uang yang beredar di masyarakat akan meningkat.

Dampak positifnya tenaga kerja terserap. Sementara kebijakan fiskal yang dapat dilakukan untuk mengendalikan inflasi yaitu  kenaikan pajak, tax holiday, dll.

Akademisi Universitas Warmadewa I Komang Putra mengatakan, di dalam kehidupan ekonomi pasti terjadi inflasi, hanya saja perlu dicermati apakah inflasi tersebut terkendali atau  tinggi. Sebelum 2023, kata Putra inflasi Bali cenderung terkendali dan tidak tinggi. Dibandingkan tahun lalu, inflasi mencapai 6 persen.

“Namun bukan berarti kita bisa santai, inflasi harus tetap diwaspadai dan dikendalikan agar tidak  tinggi ke depannya. Inflasi jadi warning alert, itu berarti pertumbuhan ekonomi tumbuh. Harga-harga naik walaupun naik bertahap. Hal itu berarti produsen bergairah untuk berproduksi, dengan demikian pendapatan pekerja akan naik atau terserapkan tenaga kerja, sumber daya alam dan tenaga kerja terpakai, ekonomi berputar terus dan harga akan meningkat terus,” bebernya.

Baca juga:  Melawan Petugas, Pelaku Curanmor Ditembak di Jatim

Dalam 1 dekade terakhir, ia mencermasi inflasi Bali tinggi disebabkan karena peningkatan harga energi, BBM yang merupakan komponen penting dalam produksi, logistik, konsumsi RT. Namun dikatakan kebijakan pemeritntah mampu menekan inflasi tinggi yang mana 2022 sempat naik namun dengan kebijakan pemerintah dan upaya yang dilakukan TPID, akhirnya mampu mengendalikan inflasi Bali.

Selain itu inflasi juga dapat dipengaruhi musim. Kondisi inilah yang harus siap ditanggulangi. Sementara di Bali, inflasi paling sering terjadi yaitu inflasi dari harga konsumen. Makanan dan minuman menjadi variable  terbesar yang mempengaruhi tingkat inflasi. Selain itu transportasi, dan konsumsi non makanan.

“Yang menarik juga, di Bali inflasi dipengaruhi oleh tingkat kunjungan wisatawan. Dengan pertumbuhan pariwisata, uang lebih banyak beredar, permintaan lebih banyak ari supply maka harga akan mengikuti.namun inflasi cenderung terkendali, secara yoy 2022 ke 2023 inflasi turun dari 6 persen menjadi 3 persen. Itu artinya inflasi berhasil dikendalikan,” ujarnya.

Baca juga:  Galungan dan Pilkada Ujian bagi Calon Pemimpin Bali

Meski pertumbuhan ekonomi Bali cukup baik saat ini dengan melihat pendapatan masyarakat yang cukup baik, masyarakat diharapkan tetap bijak dalam membeli barang atau berbelanja. Dengan nilai uang saat ini, masyarakat masih sanggup membeli barang di pasar, ketika masyarakat mampu mengonsumsi menggunakan pendapatannya untuk berbelanja dan terdapat peningkatan pendapatan karena industri pariwisata Bali yang bertumbuh dengan baik, masyarakat akan mampu membeli lebih lagi.

“Hal itu menjadi indikator yang bagus, namun kita tidak boleh terlena dengan itu. Jika kita berpikir bisa membeli lagi kedepannya , maka bisa memicu inflasi karena inflasi pada dasarnya adalah kenaikan secara umum yang dapat dipicu dari supply and demandnya,” ujarnya.

Ketika masyarakat memiliki uang lebih dan mampu membeli lebih tapi tidak diikuti dengan supply barang yang meningkat, maka harga barang bisa meningkat tak terkendali. Maka dari itu, pendapatan lebih harus dikontrol. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN