Sejumlah wisatawan beraktivitas di kawasan Pantai Dream Land, Kuta Selatan. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2024, hampir minus yaitu 0,65 persen secara qtq, lebih rendah dari triwulan I 2024 dan triwulan II 2023.

Statistisi Ahli Madya BPS Bali, Kadek Muriadi Wirawan, belum lama ini mengatakan, secara qtq yang paling rendah adalah komponen konsumsi LNPRT yang tumbuh minus (-35,50). Secara qtq, impor luar negerti tumbuh 1,47 persen, PMBT tumbuh 5,13 persen, ekspor luar negeri 10,70 persen, konsumsi pemerintah 66,94 persen.

Sedangkan secara yoy, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,09 persen pada triwulan II 2024. Impor luar negeri tumbuh 6,50 persen, komponen pengeluaran Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMBT) yaitu 8,60 persen (yoy), konsumsi LNPRT 10,67 persen, ekspor luar negeri 17,42 persen.

Akademisi dari Undiknas Prof. IB Raka Suardana mengatakan, lemahnya konsumsi RT dipengaruhi banyak faktor. Kondisi ekonomi global yang tidak pasti sehingga ekspektasi ekonomi tidak begitu baik. Selain itu, kurs dolar yang meningkat mengakibatkan rupiah melemah sehingga berdampak pada kenaikan harga barang konsumsi yang komponennya banyak dari impor.

Baca juga:  Inflasi Bali Masih Tinggi, Perlu Langkah Serius Mengatasinya

“Harga bahan makanan, barang elektronik mengalami peningkatan karena bahan bakunya dari impor, sementar dolar menguat, menyebabkan harga barang dan akhirnya  terjadi inflasi, inflasi yang naik  menyebabkan konsumsi mengalami penurunan,” ujarnya.

Sementara kondisi ekonomi Bali tidak cukup baik meski kedatangan wisman  yang cukup banyak karena tidak berkualitas. “Karena mass tourism  spending money-nya tidak kuat. Beda dengan di masa lalu, yang beli barang seni, berkunjung ke tempat tempat kebudayaan. Yang sekarang kan selain mereka tinggalnya tidak di hotel berbintang tapi tinggal di vila bodong dan hotel murah dan tidak belanja di tempat yang memang seharusnya untuk  konsumsi orang asing,” bebernya.

Hal itulah yang menyebabkan pendapatan masyarakat turun, konsumsi pun ikut turun. Mengingat kontribusi ekonomi utama Bali dari sektor pariwisata sangat tinggi, 67 – 68 persen, Sementara pariwisata diisi wisatawan asing yang tidak berkualitas. “Jadi dampaknya PHK karena kelesuan ekonomi, karena dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga tinggi, dan penggunaan digitalisasi di mana penggunaan naker manusia turun,” ujarnya.

Baca juga:  Inflasi Bali 2,98 Persen, Tertinggi Dicatatkan Kabupaten Ini

Menurut Prof. Raka Suardana, ke depan yang harus dilakukan adalah meningkatkan peran UKM sehingga anak muda dapat terlibat untuk mengembangkan ekonomi kreatif.

Kepala KPw BI Bali, Erwin Soeriadimadja, Rabu (7/8) mengatakan, ekonomi Bali triwulan II 2024 tumbuh sebesar 5,36% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,98% (yoy).

Dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi Bali akibat melandainya pertumbuhan pada mayoritas komponen pengeluaran. Konsumsi Pemerintah melambat akibat normalisasi belanja pemerintah pasca penyelenggaraan Pemilu 2024 pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, Konsumsi Rumah Tangga mengalami perlambatan meski tetap kuat seiring dengan terjaganya konsumsi  masyarakat pada periode Idulfitri pasca pencairan THR dan gaji ke-13.

Baca juga:  Wacana Perubahan Nama LPD, Dinilai Ganggu Aspek Historis dan Yuridis

Perlambatan yang lebih dalam juga tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) yang berasal dari investasi non-bangunan seiring dengan tingginya impor barang khususnya pada komoditas mesin, perlengkapan, serta kendaraan.

BI memprakirakan perekonomian Bali tetap tumbuh tinggi pada triwulan III – 2024, dan menguat dibandingkan triwulan II – 2024 seiring dengan menguatnya kinerja Lapangan Usaha terkait pariwisata. Hal ini seiring  dengan mulai masuknya periode peak season, serta penyelenggaraan event internasional seperti Bali International Air Show dan Maybank Marathon.

Kinerja investasi juga diprakirakan menguat seiring dengan berlanjutnya proyek-proyek strategis pasca penyelenggaraan Pemilu. Bank Indonesia bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terus berupaya mendorong perekonomian Bali menuju Bali yang tangguh, hijau, dan sejahtera. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN