BANGLI, BALIPOST.com – Petani kopi di Bali diingatkan untuk melestarikan keberadaan kopi arabika kopyol sebagai upaya menjaga keberadaan tanaman kopi asli Bali. Apalagi sebagai tanaman kopi khas Bali, kopi arabika kopyol memiliki adaptasi yang baik dengan kondisi di Bali.
Kopi arabika kopyol juga memiliki daya tahan pertumbuhan yang baik di lahan yang mengalami keterbatasan air. I Made Sukadana, SP.,MP., dari Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian (BSIP) Bali menyatakan pengembangan kopi arabika kopyol hingga saat ini belum maksimal.
Mengingat, petani juga belum bersedia untuk menanam bibit kopi arabika kopyol. Padahal dengan menanam kopi arabika kopyol petani akan mendapatkan peningkatan produksi yang menjanjikan atau lebih tinggi dibandingkan jenis kopi yang ditanam saat ini.
“Kopi arabika kopyol sudah mulai berbuah pada umur dua setengah sampai tiga tahun, bijianya juga lebih besar sehingga secara produksi akan lebih tinggi. Ini secara rata-rata akan meningkatkan produksi kopi di Bali” kata Sukadana.
Untuk itu, pihaknya pun melakukan sosialisasi dan pelatihan manajemen budidaya kopi kepada Kelompok Tani Dharma Kriya, Desa Belantih Kintamani, serangkaian Program Pengabdian Masyarakat yang diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) dan Universitas Warmadewa (Unwar) dengan pendanaan Kemendikbud Ristek Dikti Tahun 2024, Jumat (9/8).
Menurut Sukadana, kopi arabika kopyol telah ditetapkan sebagai varietas kopi unggul berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 4000/kpts/SR.120/12/2010 tertanggal 29 Desember 2010. Penyediaan bibit dari kopi arabika kopyol juga telah melalui proses yang terstandarisasi. Bahkan dalam upaya mensosialisasikan keunggulan kopi lokal Bali tersebut BSIP telah menyebarkan bibit kopi tersebut secara gratis kepada petani.
Ketua Kelompok Tani Dharma Kriya, I Wayan Selamat, SE., mengakui bahwa sebenarnya petani kopi, khususnya di Desa Belantih dan sekitarnya sudah sudah mengetahui keunggulan dari kopi arabika kopyol. Apalagi kopi arabika kopyol merupakan salah satu varietas kopi yang awalnya berasal dari daerah Desa Belantih dan sekitarnya.
“Masyarakat kadang-kadang sistemnya mencoba coba-coba, yang mana katanya yang bagus, itu yang ditanamn, tapi ternyata setelah ditanam berapa tahun dirubah lagi. Memang coba-coba ini karena memang belum terlalu percaya sama kopyol yang sebenarnya milik sendiri” ujar Selamat.
Selamat berharap pendampingan secara berkelanjutan dari kampus agar petani kopi memiliki kemampuan dalam memilih bibit kopi. Petani juga sangat berharap pendampingan dan sosialisasi dari kampus dapat dilakukan secara berkelanjutan, karena petani sangat membutuhkan inovasi dan temuan baru untuk meningkatkan produksi, sehingga berdampak pada peningkatan ekonomi petani.
Sedangkan I Wayan Pardi, S.Pd.,M.Pd., dari Undiksa menyatakan akan selalu siap membantu petani dan mendampingi petani dalam mengembangkan usaha pertanian. Kampus melalui kegiatan pengadian telah menyusun rencana kegiatan untuk mengembangkan kopi sebagai produk unggulan di Desa Belantih. Selain memberikan transfer pengetahuan, para dosen yang terlibat juga akan membantu dalam bentuk transfer teknologi. (Ketut Winata/balipost)