John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Indonesia memiliki sejarah panjang di sektor pertanian. Bahkan sektor ini menjadi primadona yang menarik bangsa-bangsa asing untuk mejelajahi kemudian menduduki negeri ini selama ratusan tahun dan menguras hasil buminya. Jadi sejak dulu, sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian, dengan menyediakan mata pencaharian bagi jutaan orang Indonesia dan berkontribusi terhadap konsumsi domestik serta perdagangan internasional.

Indonesia menonjol sebagai pemain kunci dalam lanskap pertanian global, dengan beragam produk pertanian, mulai dari kelapa sawit hingga teh. Pertanyaannya, mengapa pertanian yang seharusnya menjadi keunggulan negeri ini, justru tidak menarik minat kaum muda?

Tidak Menarik

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, terdapat 64,50 juta orang di bawah usia 30 tahun di Indonesia, namun hanya 21% di antaranya yang berada pada sektor pertanian. Hal ini menimbulkan keprihatnan karena pertanian merupakan sektor penting untuk ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi di Indonesia. Dalam hemat penulis, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan sektor pertanian tidak menarik bagi kaum muda Indonesia.

Pertama, pertanian sering dianggap sebagai pekerjaan fisik dan padat karya. Ia melibatkan jam kerja manual yang panjang dalam kondisi menantang dengan pendapatan rendah dan tidak pasti. Banyak anak muda terutama dari generasi millenial dan generasi z yang lebih menyukai profesi modern dengan tuntutan yang tidak terlalu. Dengan demikian, mengejar karir di bidang pertanian mungkin kurang bergengsi secara sosial dibandingkan dengan profesi lain di wilayah perkotaan.

Baca juga:  Penguatan Fungsi Badan Pengawas LPD

Kedua, metode pertanian tradisional masih lazim dijalankan di banyak daerah di Indonesia. Metode dengan akses terbatas ke teknologi dan praktik pertanian modern ini, menjadikan sektor pertanian tidak menarik bagi generasi yang lahir di era teknologi informasi. Ketiga, di Indonesia, kepemilikan lahan sering terfragmentasi menjadi plot kecil karena pola pewarisan dan distribusi tanah historis. Menurut hemat penulis, gabungan dari ketiga faktor tersebut berkontribusi terhadap alasan mengapa kaum muda tidak tertarik kepada sektor pertanian.

Sudah Waktunya

Secara geografis, Indonesia diberkahi curah hujan dan sinar matahari yang melimpah.Terdapat tanah subur di sekitar 30% luas lahannya yang didedikasikan untuk pertanian. Iklim yang menguntungkan juga mendukung budidaya berbagai macam produk tropis, termasuk minyak kelapa sawit, karet alam, kakao, kopi, teh, singkong, beras, dan rempah-rempah. Keunggulan pertanian Indonesia diakui pada tingkat dunia sebagai negara produsen minyak sawit, cengkeh, kayu manis terbesar; produsen pala terbesar kedua, karet alam; produsen beras terbesar ketiga, kakao; produsen kopi terbesar keempat; produsen tembakau terbesar kelima; dan produsen teh terbesar keenam. Jadi bukan tanpa alasan ketika pertanian dijuluki sektor primadona di negera katulistiwa ini.

Baca juga:  Banjir Lumpur Ancam Sektor Pertanian

Sudah waktunya, Indonesia yang kaya terkait bidang pertanian ini terus membentuk statusnya sebagai pemain terkemuka dalam pertanian global. Dengan upaya berkelanjutan untuk mengatasi berbagai tantangan dan merangkul kemajuan teknologi melalui inisiatif seperti startup AWR (Agricultural War Room) dan AgTech (Agriculture Technology), Indonesia siap untuk lebih memperkuat posisinya sebagai negara yang berfokus pada pertanian. Jumlah ideal petani muda di Indonesia adalah sekitar 30% dari total petani, yang saat ini sekitar 20%. Untuk meningkatkan jumlah ini, pemerintah dapat mengambil beberapa langkah. Di antaranya menyediakan lahan pertanian yang cukup bagi kaum muda, meningkatkan kesejahteraan petani melalui kebijakan, mendukung dan mengawasi masyarakat petani, secara bertahap mengubah pandangan masyarakat terhadap petani, dan membentuk forum khusus untuk menyerap aspirasi petani.

Petani Muda Sukses

Baca juga:  Pentingnya Penguatan “Pawongan” di Desa Adat

Berdasarkan rekomendasi International Fund for Agricultural Development (IFAD) dan Yayasan Agri Sustineri Indonesia (YASI), penulis merumuskan tiga langkah berikut yang dapat menjadikan sektor pertanian menarik bagi kaum muda Indonesia.  Pertama, merangkul inovasi dan teknologi. Untuk berhasil sebagai petani muda di Indonesia, sangat penting untuk merangkul inovasi dan teknologi. Pemanfaatan praktik pertanian modern yang menggunakan mesin, dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengoptimalkan operasi pertanian akan menarik kaum muda, karena pemanfaatan ini dapat membantu meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan pada akhirnya, profitabilitas.

Kedua, memahami target pasar untuk menghasilkan produk berkualitas. Dengan mengenal target pasar, petani muda mampu  menyesuaikan produknya untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Memahami permintaan pasar dapat membantu petani muda mengoptimalkan strategi penjualan produknya. Ketiga, jaringan dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan pertanian. Jaringan dengan petani lain, penyuluh pertanian, lembaga pemerintah, entitas sektor swasta, dan berbagai tokoh masyarakat dapat memberikan peluang berharga bagi kolaborasi, berbagi pengetahuan, dan perluasan pasar. Membangun hubungan yang kuat dalam ekosistem pertanian dapat membuka pintu bagi kemitraan baru dan prospek pertumbuhan.

Penulis, Pendidik dan Pemerhati Sektor Pertanian

BAGIKAN